Tampilkan postingan dengan label Ulasan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ulasan. Tampilkan semua postingan

30.5.13

Perbatasan Berdasarkan Film "Tanah Surga Katanya"

Karya: DITA (X Kimia Analisis 1)
Di sebuah tempat dimana ada tanah yang sangat kaya tapi terhalang oleh keterbatasan pengelolaan dan juga terbentengi oleh perbatasan Malaysia yang membuat rakyat Indonesia sedikit terpengaruh kebudayaan nya. Disana terbentang sungai yang indah dan ada seorang kakek dan anak cucu nya sedang mendayung perahu kecil terbuat dari kayu tua sedang menceritakan perjuangan memperoleh kemerdekaan Indonesia .
                “Atok, Salman dan Salinah berangkat sekolah dulu ke”
                “Belajar yang rajin ya, agar esok besar dapat membela Indonesia”

 

Salman dan Salinah pun berangkat ke sekolah nya, sekolah kebanggaan nya yang terbuat dari kayu tua dan hampir roboh, ruangan nya pun hanya satu petak di buat dua kelas yang hanya di batasi kayu triplek tipis dan hanya di bina oleh satu Guru perempuan bernama Bu Astutik.
“Anak-anak sekarang kita berada di indonesia tepat nya di Kalimantan Barat daerah perbatasan”
“Bu, di mana rumah pak Kepala Dusun?”
Semua tertawa....
“Kalau di peta ini tak kelihatan ke”
Bu Astutik pindah ke kelas dua
“Kemarin Ibu memberi tugas membuat gambar bendera kita ke, warna merah putih. Sekarang perlihatkan”

 

Bu Astutik sangat terkejut ketika hampir semua bendera salah tapi hanya satu yang benar, yaitu milik Salinah dan bendera itu di dirikan di depan sekolah mereka. Bel tanda pulangpun berbunyi, saat nya semua anak-anak pulang. Salman mengantar Bu Astutik membawa dagangan Bu Astutik di rumah Kepala Desa, karena di sana tempat Bu Astutik berjualan.
                “Ini untuk adik kau ya”, kata bu astutik sambil memberikan botol sabun pembuat gelembung
                “Untuk apa bu?”
                “Tanya saja ke adik kau”

 

Setelah itu Salman pulang ke rumah nya, dan segera menemuhi Salinah di hutan belakang rumah nya
                “Ni, dari Bu Astutik memang kau tadi melakuan apa?”
                “Aku bisa menggambar bendera merah-putih”
                “Dari mana kau tau?”
                “Di beri tahu atok” 
Salinah dan Salman pun bermain gelembung pemberian Bu Astutik. Mereka sangat senang karena gelembung-gelembung itu baru pertama kali ia dapatkan. 
                Sementara itu ayah Salman dan Salimah datang dari Malaysia dan menceritakan panjang lebar tentang kesuksesan nya usaha berjualan markisa yang sangat berkembang dan menguntungkan di Malaysia. Sebenarnya ayah Salman dan Salimah pulang bermaksud untuk membawa anak nya ke Malaysia dan hidup di sana karena pendapat ayah nya bahwa kehidupan di Malaysia lebih baik dari pada Indonesia. 
                “Kau tak mengerti bahwa bangsa ini begitu kaya, dan bisa membuat mu lebih bahagia dari pada di Malaysia”
                “Tapi mengapa kita masih hidup sengsara, dan pemerintahan Indonesia pun tidak memperdulikan kita, rakyat perbatasan”
                “Ini negara Indonesia, negara berkembang,besar, dan kaya. Tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk bisa membuat rakyatnya sejahtera”
                “Saya sudah punya istri  di Malaysia” 
Kakek Salman pun hanya bisa diam tanpan kata-kata yang terungkap dan ayah Salman pun tetap mempertahankan pendirian nya dan tetap merayu anak-anak nya agar mau ikut dengan nya ke Malaysia dengan menceritakan bahwa di sana bisa membeli segalanya yang kita inginkan. 
                Keesokan harinya ayah Salman berniat membawa Salman dan Salinah pergi menuju Malaysia, tapi Salman menolak nya karena tidak mau meningggalkan kakek nya sendirian di rumah karena kakeknya sedang sakit keras dan tidak ada sanak saudara yang dapat menemaninya bila kakek tiba-tiba jatuh sakit. Sementara itu Salinah ikut ayah nya pergi dan tinggal di Malaysia, dan Salinah memberikan kenang-kenagan untuk kakak nya yaitu pembuat balon yang di berikan Bu Astutik waktu Salinah dapat membuat bendera Indonesia. 
                Sementara itu ada seorang dokter yang baru datang dari jakarta untuk memenuhi panggilan tugas untuk jadi dokter di perbatasan Indonesia dan Malaysia, dokter itu di sambut oleh teman salman yang ingin membantunya membawa tas bawaan.
                “Mau di bawa ke mana ke?”
                “Tau rumah kepala Dusun?”
                “Ya, satu,dua,tiga,.... semua dua puluh”
                “Iya, boleh tolong ya”
Teman salman pun membantu pak dokter membawa barang bawaan nya menuju rumah kepala Dusun, dan bertemu dengan Pak Kepala Dusun dan Bu Astutik. Setelah itu pak dokter memberikan uang dua puluh ribu rupiah.
                “Uang apa ini?”
                “Dua puluh ribu rupiah kan?”
                “Bu orang ini membohongi saya bu”
                “Anda ini intel ya?”
                “bukan... saya ini dokter dari jakarta”
                “oh jadi orang ini dokter bernama intel?”
Bu Salimah pun mengganti uang yang di berikan dokter itu dengan dua puluh ringgit.
                “Di sini tidak memakai uang rupiah?”
                “Di sini sudah terbiasa dengan uang ringgit”
                “Anda ini ibunya anak itu?”
                “Bukan saya ini gurunya”
                “Apa Anda tidak mengajarkan nasionalisme?”
                “Saya saja baru mengajar tiga bulan disini” 
Pak Dokter itu pun masih tidak percaya kalau di daerah perbatasan tidak mengenal uang rupiah. Sementara itu teman salman segera memanggil Kepala Dusun, dan menyebutkan bahwa ada seorang pak dokter bernama Pak Intel. Pada saat itu cuaca buruk disertahi petir yang menggelegar, dan pada beberapa saat kemudian ada seorang yang mendatangin rumah Pak Kepala Dusun.
                “Pak Dusun... Sofi sakit... tolong Pak Dusun”
                “Pak Intel, tolong bantu Sofi... “
                “Iya, ayo kita obati dia”
Setelah sampai di tempat tujuan, betapa terkejutnya Pak Dokter, Pak Dusun, dan Bu Astutik karena yang bernama sofi itu adalah seekor sapi bukanlah seorang manusia. Pak Doter itu pun menolak mengobatinya meskipun di paksa oleh Pak Dusun dan pemilik sapi tersebut, karena Pak Dokter itu hanya bisa mengobati manusia bukan lah hewan. 
         Sementara itu kakek Salman menceritakan tentang sejarah kemerdekaan indonesia sambil di pijat oleh Salman dan tiba-tiba kakeknya terjatuh sambil memegangi dada bagian kirinya, Salman langsung memberi minum kakeknya agar merasa tenang tapi tiba-tiba kakeknya tidak sadarkan diri. Salman segera berlari menuju rumah Kepala Dusun untuk meminta bantuan.
                “Pak Dusun, ......”
                “Ada apa?”
                “Atok..”
                “Ada apa dengan atok mu?”
                “Atok sakit”
                “Pak Dokter tolongin atok”
                “Atok itu manusia kan?”
                “Iya lah..”
Setelah itu Pak Dusun, Pak Anwar, dan Salman pun segera menuju ke rumah Salman agar kakek Salman segera di periksa dan di obati. Setelah sampai di rumah Salman dan kakek Salman sudah di periksa.
                “Pak dulu pernah di periksa di dokter?”
                “Belum, karena tidak punya uang untuk berobatnya”
                “Kalau begitu harus segera di bawa ke Rumah Sakit, kalau tidak bisa lebih parah nanti”
                “Berapa biaya nya Dok?”
                “Ya sekitar 440 ringgit lah”
                “Nanti biar saya antar ke Rumah Sakit nya”
                Pada malam harinya Dokter Anwar menelephon ke Jakarka agar mengirimkan obat-obatan generic yang sudah semakin menipis, tapi tidak semudah itu menelepon karena jaringan di sana sangat rendah. Jangankan untuk telepon, liat Televisipun hanya satu untuk tontonan semua warga di daerah perbatasan. Akhirnya Pak Anwar memutuskan untuk meminta tolong Pak Dusun agar obat-obatan untuk penduduk daerah perbatasan.
                “Halo.... ganti?”
                “....tut....tut...”
                “Halo bang...ganti...”
                “Eh eneng....ganti..”
                “Gimana bang kabarnya, ganti?”
Setelah lama mengobrol berbelit- belit tak ada gunanya, Pak Dusun hanya mengobrol urusan pribadinya dan tak mempedulikan Pak Anwar yang butuh persediaan obat-obatan dari kota yangsemakin menipis. 
Keesokan harinya Salman berfikir bagaimana dia bisa memperoleh uang sebanyak itu dengan cepat, sampai-sampai ia tidak bisa bermain dengan teman-teman. Sampai-sampai Salman bertanya kepada Bu Astutik bagaimana cara memperoleh uang dengan cepat, tapi sayangnya Bu Astutik tidak memberikan jawaban, dan Salman pun segera berlalu dari hadapan Bu Astutik.
                Setelah ia memikirkan cara paling mudah yaitu menjual hasil tenun kain khas Kalimantan Barat ke Malaysia, dan pada saat itu juga ia belajar membuat kain tenun dan menjualnya di Pasar Malaysia. Pada saat di Pasar Malaysia dia sanggat terkejut ketika bendera Indonesia digunakan untuk tatakan barang-barang dagangan.
                “Ini kan merah putih”
                “Iya, ini merah,putih,hijau,.....”
                “Ini kan bendera indonesia?”
                “Saya tidak peduli ini alas dagangan saya”

Sebenarnya Salman tidak mau kalau bendera kebanggaan nya di rendahkan dengan begitu mudahnya tetapi apa mau di kata kalau bendera itu hak milik penjual dari Malaysia, setelah menjual kain tenunnya ia segera kembali ke rumah nya untuk merawat kakeknya yang sedang sakit keras. Salman merasa tidak tega dengan keadaan kakek nya yang sakit keras yang semakin parah sehingga Salman terus berkerka keras menjual kain tenun di Malaysia tanpa sepengetahuan kakeknya.              
Setiap hari Salman bangun di pagi buta, saat kakeknya masih tertidur dan dia segera berangkat ke tempat kain tenun agar bisa bekerja menjual hasil kain tenun ke Malaysia, selain bekerja Salman juga berusaha untuk menemukan ayahnya dan adiknya karena ia ingin memberitahu ayahnya kalau kakeknya sedang sakit dan harus di bawa ke Rumah Sakit.
                Hari demi hari Salman lalui seperti biasa dan selalu bekerja keras agar kakeknya segera di bawa ke Rumah Sakit dan menjalani perawatan di sana. Pada saat Salman baru pulang dari Malaysia kakeknya tiba-tiba bangun dari tidurnya dan ingin berbicara dengan Salman mengenai Ayahnya.
                “Salman kau ingin tahu di mana ayahmu sekarang?”
                “Iya kek, memang kakek tahu di mana ayah sekarang?”
                “Ini nak...”, sambil memberikan selembar kertas tipis yang berisi alamat dimana ayahnya tinggal
                “Kek, bolehkah saya ke sana ?
                “Iya, tapi kau harus hati-hati ya nak”
                Keesokan harinya Salman bergegas mempersiapkan diri untuk pergi ke Malaysia menuju rumah ayahnya. Salman mencari dan mencari alamat ayahnya dengan bertanya pada orang sekitar sambil menjual kain tenunnya dan mengantarkan pesanan kain tenun, sampai ia hampir menyerah mencari alamat ayahnya tapi ia tetap tak menyerah sampai ia hanya pasrah berjalan tanpa arah. Dan kemudian ia melihat kumpulan gelembung-gelembung kecil yang mengingatkan ia kepada adiknya yaitu Salinah,ia menghampirinya dan tak terduga ia bertemu adik nya Salinah.
                “Salinah..”
                “Bang Salman..”
                “Abang rindu lah sama kau..”
                “Salinah pun juga..”
                “Di mana Ayah” 
Salinah pun bergegas memberitahu Kakak nya di mana rumah yang dia tempati selama ini dan hal yang tak terduga rumahnya sederhana tapi mewah untuk salman, sementara Salman masih terkagum-kagum Salinah memanggil ayahnya. Dan beberapa saat kemudian datanglah ayahnya bersama dengan seorang perempuan berbadan besar dan berumur sekitar lima puluh tahun sedang menggandeng ayahnya dengan mesrah seperti sepasang suami istri.
                “Salman...”
                “Ayah, dia nenek Salman ?”
(Si perempuan itu langsung marah dan menuju kamarnya sambil marah-marah menggunakan logat Malaysia asli)
                “Salman itu Ibu mu bukan nenek mu..”
                “Tapi dia lebih pantas jadi istrinya kakek”
                “Hush.. kamu ini ngawur” 
Setelah itu salman menceritakan keadaan kakek yang sedang sakit parah dan harus segera di obaati di Rumah Sakit dan harus mengeluarkan biaya yang sangat besar karena harus di rawat di Rumah Sakit. Setelah Salman menbceritakan panjang lebar mengenai kakek nya, ayah salman menuju kamar di mana ibu tiri nya memasuki ruangan itu tadi. Seetelah beberapa saat menunggu beberapa saat ayah nya dan isrinya pun ndatang menghampiri Salman dan adik nya.
                “Kau ingin kakek mu sembuh ke?”
                “Iya, saya ingin kakek saya sembuh”
                “Saya mau membantu kakaekmu, tapi kakekmu harus di bawa ke Rumah Sakit di Malaysia!”
                Salman sadar betul bahwa kakeknya pasti akan menolak bila harus dirawat di Malaysia karena kakeknya tidak suka atau bisa di bilang anti dengan segala macam mengenai Malaysia yang menyimpan cerita pahit tentang ia dan seorang perempuan yang ia cintai. Tapi Salman meminta waktu untuk bisa membujuk kakeknya agar mau di bawa ke Malaysia.
              Setelah ia sampai di rumahnya, ia langsung menghampiri Kakeknya dan membicarakan tetang kejadian apa yang ia alami selama ia mencari ayahnya di Malaysia dan betapa terkejudnya kakeknya mendengar bahwa ia harus di rawat di Malaysia, tiba-tiba penyakit kakeknya kambuh dan ia segera berlari menuju rumah Pak Anwar untuk segera memeriksa kakeknya.
                “Salman, Kakekmu harus segera di bawa ke Rumah Sakit “
                “Pak Dokter tolong tunggu kakek sebentar ya?”
                “Kau mau kemana?”
                “Ke ayah”
                “Mau apa kau?”
Salman tidak sempat menjawabnya dan langsung pergi menuju rumah ayahnya tanpa memperdulikan kegelapan malam yang dinginnya menusuk tulang secara bertubi-tubi. Setelah beberapa saat Salman sudah sampai di rumah ayahnya dan langsung mengetuk pintu Rumah itu keras-keras, dan beberapa saat kemuadian ayahnya membukakan pintunya.
                “ayah.. kakek yah..!”
                “ Ada apa dengan kakek ?”
                “Penyakit kakek kambuh yah, kata dokter harus segera di bawa ke rumah sakit yah!”
Tanpa berkata-kata lagi ayah nya segera memanggil istrinya dan segera menuju garasinya untuk mengambil mobil menuju rumah Kakek agar bisa membawa kakek ke Rumah Sakit. Ayah Salman pun mengemudi sangat cepat dan akhirnya sampai di rumah kakek dan segera membopong kakek menuju Rumah Sakit di Malaysia, tapi ada yang aneh dengan sikap istri ayah nya Salman yang bernama Bintang.
                Keesokan harinya Atok terbangun dan menyadari diri nya kalau berada di sebuah Rumah Sakit yang sangat mewah dan dia tahu bahwa dia bukan di Rumah Sakit Indonesia melainkan di Malaysia dan ia melihat seorang perempuan yang sudah tiga puluh tahun tidak ia lihat yang selalu ia rindukan.
                “Bintang ku yang selalu menyinariku di kala hati ini gundah,sedih, dan merasa putus asa..”
                “Apakah kita saling mengenal?”
                “Apa kau tak ingat aku. Aku Rasyid..!”
                “Aku tak mengenal mu!”
                “Mengapa kau tak ingat perjuangan kita tiga puluh tahun yang lalu?”
                “Saya benar-benar tidak mengenal anda..!”
                “Lalu mengapa anda masih ada di sini ?”
                “Saya adalah isrtri anak bapak..!”
                “Apa benar nak?”
                “iya pak benah. Memang apa yang bapak sembunyikan dari saya?”
Kakek pun hanya terdiam seribu bahasa, dia kembali mengingat kejadian tiga puluh tahun yang lalu dimana pada masa peperangan indonesia-jepang dimana kakek adalah seorang prajurit yang sangat berpengaruh bagi kemenangan indonesia dalam merebut kemerdekaan yang seutuhnya dan Bintang adalah seorang suster yang mengobati korban perang. Pada saat itu Rasyid tertembak di Medan Perang dan pada saat itulah Bintang menolongnya dengan cekatan sementara Rasyid melihat nya tanpa berkedib sedikit pun karena terpesona dengan kecantikan orang yang selalu mengobatinya dan menemaninya selama peperangan berlangsung . Bintang adalah sosok yang sangat mendukung keberhasilan Rasyid untuk memenangkan peperangan yang sangat menegangkan, dan kenang-kenangan itu berakhir ketika Bintang menemani ayahnya untuk menemani ayahnya yang lebih memilih Malaysia dari pada Indonesia dan Rasyid menerima kabar kalau Bintang telah di jodohkan oleh seorang pemuda di Malaysia.
Keesokan harinya kakek meminta pulang dari Malaysia karena merasa tak betah dan merasa sakit hati oleh sosok Bintang, ayah salman pun menurutinya. Dan perjalanan pun tak berlangsung lama, sementara itu Bintang tiba-tiba meneteskan air mata ketika sampai di perbatasan Indonesia-Malaysia.
“Cinta kita tak kan terhapus meskipun seribu Ranjau menghalangi “, Kakek dan Bintang saling bersamaan
“apa yang terjadi?” (ayah Salman terkejud)
 Bintang akhirnya mengungkapkan apa yang terjadi yang sebenar- benarnya kepada ayah Salman, ayah Salman pun hanya diam termenung dan memutuskan untuk bercerai dengan Bintang karena merasa tak sanggup bersama dengan belahan hati ayahnya sendiri. Setelah itu kakek dan Bintang memutuskan untuk menikah dan membuat sebuah sekolah yang sangat megah dan sebuah puskesmas selain itu Bintang memutuskan untuk pindah kewarnegaraan Indonesia.
Sekaran di daerah perbatasan banyak bendera merah putih dan juga banyak perpustakaan yang membuat anak-anak perbatasan lebih bisa mengenal Indonesia lebih jauh dan mulai memakai mata uang Indonesia, tidak hanya itu jaringan disana pun di perkuat jaringan nya dan bisa menggunakan internet dengan mudah. Sekarang ayah Salman menikah dengan orang Indonesia sedangkan pak Anwar menikah dengan Bu Astutik dan mendirikan sekolah untuk lebih mengenal kebudayaan Indonesia.


27.4.13

Nasionalisme dalam Film "Tanah Surga Katanya"

Karya: Arifatul Husna (X Kimia Analisis 1)

Di Pulau Kalimantan yang kaya raya masih ada saja mereka yang hidup dalam keterbelakangan sosial. Ya. mereka adalah warga Indonesia yang hidup di perbatasan Indonesia-Malaysia. Di tinggal oleh pembangunan yang semakin berkembang di Indonesia, mereka menjadi salah satu penduduk yang belum merasakan kemerdekaan yang sebenarnya. Mereka dilupakan oleh para kalangan atas yang menguasai negeri ini. Mereka harus menghadapi dilema nasionalisme antara bertahan menjadi warga Indonesia atau bermigrasi menjadi penduduk Malaysia yang memberi sedikit sokongan ekonomi para warga perbatasan.

                Diceritakan sorang anak bernama Salman yang tinggal dengan kakek, dan adik perempuannya, Salina. Sedang Ayahnya, Haris,  bekerja di Negeri Jiran Malaysia. Kakek Salman yang bernama Hasyim merupakan anggota veteran saat konfrontasi RI-Malaysia berlangsung tahun 1965. Ia harus hidup menjadi pejuang yang dilupakan.

                Suatu hari saat disekolah oleh gurunya, Ibu Guru Astutik, Salman dan teman-temannya disuruh untuk menggambar bendera Indonesia, ternyata masih banyak dari mereka yang belum mengerti bendera Indonesia. Hanya Salina , adiknya yang benar dalam menggambar bendera Indonesia. Saat Salman bertanya pada Salina dari mana engkau mengetahui hal tersebut, ia menjawab bahwa kakeknyalah yang memberitahunya.

                Ayah Salman dan Salina telah pulang dari Malaysia. Ia bermaksud untuk membawa serta kedua anaknya dan kakek Hasyim untuk tinggal di  Malaysia karena alasan ekonomi. Namun Kakek Hasyim tetap setia pada Indonesia dan tidak ingin tinggal di Malaysia. Namun Haris memaksa dan mengaku bahwa ia juga sudah menikah dengan orang Malaysia. Hal tersebut membuat Kakek Salman marah. Ia juga membujuk Salman jika mau ikut ia akan dibelikan mainan pistol-pistolan. Namun pada akhirnya Salman tak ingin ikut dan memilih tetap tinggal di Indonesia untuk menjaga kakeknya. Akhirnya hanya Haris dan Salina yang berangkat.

                Di waktu yang  sama datang dari kota seorang dokter bernama Anwar ke kampung tersebut. Ia menjadi dokter pengganti di kampung tersebut. Ia juga disebut dokter intel karena anak kecil yang membantunya membawakan barang-barangnya saat turun dari perahu. Ia tinggal di rumah kepala dusun, Pak Gani, yang juga ada Astutik yang tinggal disitu. Banyak kendala yang harus dialami oleh dr. Anwar , selain sulit sinyal handphone, rupiah pun tak berlaku disana, disana berlaku uang ringgit (mata uang Malaysia). Bahkan Pak Gani berkomunikasi dengan telepon semacam telepon radio. Selain itu ada warga yang yang menyalah artikan arti dokter, apakah dokter merupakan mereka yang tidak hanya bisa mengobati manusia tapi juga mengobati hewan.

Tiba-tiba hal yang tak terduga terjadi sakit jantung Kakek Salman mendadak kambuh. Salman segera menghubungi Pak Gani, dan dr. anwar siap untuk mengobati. Salman diberi beberapa macam obat untuk diberikan pada kakeknya.

                Salman membutuhkan uang 400 ringgit (warga perbatasan tidak menggunakan rupiah, tapi mata uang ringgit) ia bertanya kepada Ibu Guru Astutik bagaimana mendapatkan uang tersebut. Katanya harus bekerja, lalu Salman pun bertekad untuk bekerja demi mendapatkan uang tersebut. Ia juga harus ke Malaysia bekerja demi uang tanpa sepengetahuan Kakeknya.

                Hari-hari Salman diisi dengan bekerja untuk mencukupi kebutuhan tanpa ada yang tahu. Selain itu ia juga semakin akrab dengan dr. Anwar. Ia banyak bertanya kepada dr. Anwar tentang perkembangan Indonesia. Ia juga banyak belajar tentang nasionalisme kepada sang kakek dan Ibu Guru Astutik. Ketika ia banyak mendengar tentang Indonesia diwaktu itu pula jiwa nasionalismenya tumbuh. Ia semakin bangga terhadap tanah air dan ingin mengetahui Indonesia secara lebih dalam. Ia juga ingin mengetahui keadaan Indonesia di luar kampungnya. Hal tersebut membuat ia semangat untuk belajar, demi cita-cita yaitu membahagiakan kakek dan mensejahterakan warga Indonesia di perbatasan seperti dirinya. Kadang ia juga sedih karena sang ayah belum pernah mengunjungi ia dan kakeknya. Namun ia bertekad suatu saat nanti ia akan membawa ayahnya kembali ke Indonesia.

                Awan kelabu menghiasi langit siang ini, di gubuk yang terbuat dari kayu, terdengar isak tangis. Innalillahi wa ina illaihi rajiun, kakek Salman telah berpulang ke Rahmatullah. Kejadian ini sangat memberatkan hati Salman, Ia ditinggal oleh kakek tercintanya. Saat dikabari ,Ayahnya langsung datang dari Malaysia bersama Salina, mereka langsung menangis saat mengetahui sang kakek telah terbujur kaku. Diantara deretan pelayat, terlihat dr. Anwar, Ibu Guru Astutik dan Pak Gani yang juga memasang wajah kesedihan.

                Selepas 7 hari kakek Salman meninggal, Haris berniat membawa Salman untuk tinggal bersamanya. Namun Salman menolak tawaran sang ayah dan tetap keukeh terhadap pendiriannya. Ia ingin menuruti wasiat kakeknya agar Salman tetap mencintai dan selalu melindungi tanah air. Salman mengadu kepada dr. Anwar dan Ibu Guru Astutik tentang ajakan ayahnya. Salman memohon agar mereka berdua membujuk sang ayah untuk membiarkan  Salman tetap tinggal di Indonesia. Awalnya mereka ragu namun karna mereka berdua begitu bangga terhadap rasa nasioanlisme yang dimiliki oleh generasi bangsa ini, akhirnya mau merundingkan masalah ini dengan ayah Salman.

                Pada awalnya ayah Salman tidak terima akan rekomendasi dr. Anwar dan Ibu Guru Astutik. Disini Salman tidak lagi punya saudara, namun akhirnya dr. Anwar angkat bicara dan akan menanggung semua yang diperlukan Salman dan akan mengajak Salman tinggal dirumah Pak Gani. dr. Anwar menceritakan semua hal yang dimiliki oleh Salman kepada Haris dan Haris memahami hal tersebut, Haris menyadari Salman memiliki sifat yang keras seperti sang kakek. Akhirnya Haris melepaskan Salman untuk tinggal dirumah Pak Gani, namun dengan syarat Salman harus bisa berprestasi dan bersaing dengan anak-anak non daerah perbatasan. Dan Salman berjanji akan belajar sekuat tenaga, agar ia bisa membahagiakan sang ayah dan almarhum sang kakek.

                Kini hari-hari Salman sangat berwarna tinggal bersama dr. Anwar dan Ibu Guru Astutik ilmunya semakin bertambah. Ia kini tak lagi bekerja dan lebih fokus pada pendidikannya. Ia ingin menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa. Walau ia hanya anak dari daerah perbatasan yang terbelakang sosialnya. Ia juga mulai mengajak teman-temannya untuk memiliki rasa nasionalisme agar mereka tak mengkhianati Indonesia tercinta ini.

                Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun Salman kini telah tumbuh dewasa, selain pintar ia juga sangat cerdas. Sudah banyak prestasi yang ia raih mulai dari tingkat daerah hingga tingkat nasional. Ia membuktikan bahwa anak pedalaman juga bisa berprestasi. Kini ia sudah berada di bangku kuliah. Ia mendapatkan beasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Jika ia selesai kuliah nanti ia bertekad untuk membangun kawasan perbatasan yang layak agar para warganya tetap loyal kepada bangsanya sendiri. Ia juga akan membawa sang ayah kembali menjadi Warga Negara Indonesia.

                Salman telah sadar bahwa nasionalisme merupakan harga mati yang harus dijunjung tinggi walau hidup dalam sebuah pesakitan yang tak berujung, mengadu nasib di negeri sendiri tanpa loyalti, menunggu janji para penguasa negeri yang tak pernah terbukti. Salman bersyukur memiliki orang-orang yang menyayanginya, almarhum kakek Hasyim, dr. Anwar, Ibu Guru Astutik, Ayah, Adik Salina, Pak Gani dan teman-temannya. Dan akan membahagiakan mereka saat sukses nanti. Amiin. Mereka semua adalah generasi Indonesia yang hebat.


-SEKIAN-