10.9.21

Terserah


Biduk tak dapat diisi satu

Karam jika tak mampu berlabuh

Bising jika tak mengalah atau nikmati

Ego jika keduanya batu


Rasa yang mana lagi hendak ditabrak
keduanya berarti

Sampai kapan dipaksakan
hingga muncul 'terserah' dalam hati

17.6.21

Makna Istilah Sesuai Isi Paragraf

 


 

 Makna dalam Bahasa Indonesia

Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.

 

1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.

Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna “dapat”, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal “tidak sengaja”.

 

2. Makna Referensial dan Nonreferensial

Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut “meja”. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.

 

3. Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai makna sebenarnya (Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita, kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu “orang dewasa bukan laki-laki”.

Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah, dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “cerewet”, tetapi sekarang konotasinya positif.

 

4. Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut

(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.

(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.

Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.

 

5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.

 

6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna “bekerja keras”, meja hijau dengan makna “pengadilan”.

Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa seperti anjing dengan kucing yang bermakna “dua orang yang tidak pernah akur”. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.

 

7. Makna Kias

Dalam kehidupan sehari-hari, arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frasa, klausa, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Misalnya pada bentuk-bentuk seperti puteri malam yang berarti arti “bulan” dan raja siang yang berarti “matahari”.

Simpulan dan Pernyataan Sesuai Paragraf

 


SIMPULAN DAN PERNYATAAN SESUAI PARAGRAF

Simpulan merupakan intisari yang mewakili seluruh isi paragraf. Biasanya terdapat kata penyimpul jadi, dengan demikian, maka, meskipun istilah ini tidak dapat dijadikan pedoman. Simpulan dapat dinyatakan dengan redaksi yang berbeda namun tidak melepaskan isi utama paragraf.

 

PERNYATAAN SESUAI PARAGRAF

Maksud dari pernyataan sesuai paragraf adalah pernyataan/tanggapan yang disampaikan oleh pembaca setelah proses membaca dan memahami isi paragraf.

 

Pernyataan sesuai paragraf memiliki 2 jenis:

1.   Pernyataan Positif

Merupakan tanggapan yang menyatakan persetujuan yang diberikan oleh pembaca tentang isi/topik suatu paragraf.

2.   Pernyataan Negatif

Merupakan tanggapan yang menyatakan ketidaksetujuan yang diberikan oleh pembaca tentang isi/topik suatu paragraf.

Contoh:

Dari lukisan Mesir Kuno di Thebes, Mesir, diketahui bahwa orang Mesir sudah mengenakan alas kaki sekitar abad ke-15 SM. Dalam lukisan digambarkan pengrajin yang duduk di kursi pendek. Seorang pengrajin sibuk bekerja membuat sandal, sedangkan seorang lagi sedang menjahit sepatu. Sandal dibuat dari bahan-bahan seperti kain, daun palem, papirus, kulit, atau bahan serupa yang dianyam. (sumber: “Sejarah Sepatu”, Wikipedia).

Pernyataan yang mendukung/positif teks di atas:

Sebaiknya rakyat Mesir ikut memelihara lukisan tersebut sebagai peninggalan yang bernilai sejarah.

Pernyataan yang tidak mendukung/negatif teks di atas:

Alas kaki abad 15 SM pasti tidak sesuai dengan kondisi zaman yang semakin canggih.


Referensi:
berbagai sumber


Gagasan Pokok dalam Paragraf

 


DEFINISI PARAGRAF

Paragraf atau alinea adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Di surat kabar sering kita temukan paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat saja. Paragraf semacam itu merupakan paragraf yang tidak dikembangkan. Dalam karangan yang bersifat ilmiah, paragraf semacam itu jarang kita jumpai.

Dalam penggabungan beberapa kalimat menjadi sebuah paragraf, diperlukan adanya kesatuan dan kepaduan. Yang dimaksud kesatuan adalah keseluruhan kalimat dalam paragraf itu membicarakan satu gagasan saja. Yang dimaksud kepaduan adalah keseluruhan kalimat dalam paragraf itu secara kompak atau saling berkaitan mendukung satu gagasan itu.

 

SYARAT PARAGRAF

Paragraf yang efektif memenuhi dua syarat, yaitu: (1) adanya kesatuan makna (koherensi), (2) adanya kesatuan bentuk (kohesi), dan hanya memiliki satu pikiran utama.

 

1. Kesatuan Makna (Koherensi)

Sebuah paragraf dikatakan mengandung kesatuan makna jika seluruh kalimat dalam paragraf itu hanya membicarakan satu ide pokok, satu topik, atau satu masalah saja. Jika dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah yang sedang dibicarakan, berarti dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu ide atau masalah.

Perhatikan paragraf di bawah ini:

“Sekitar 60 hektare tanaman padi di Desa Wates, Kecamatan Undaan, dan di Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, serta sekitar 100 hektare di Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, diserang hama keong mas. Agar serangan keong mas tidak meluas, Kepala Bidang Pertanian Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Kudus Budi Santoso dan Kepala Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Pati Pujo Winarno, Selasa (18/4), meminta agar petani melakukan antisipasi lebih dini. Pujo Winarno, (di depan) petani di Desa Baleadi, Kecamatan Sukolilo, menyatakan ada sejumlah peternak mau membeli keong mas untuk dijadikan pakan itik.” (“Kilasan Daerah”. Kompas, 19 April 2006, hal. 24.)

Jika paragraf di atas kita cermati, nyatalah bahwa paragraf di atas membicarakan satu topik saja, yaitu serangan keong mas. Kalimat pertama membicarakan serangan keong mas pada tanaman padi di tiga kecamatan dalam dua daerah kabupaten di Jawa Tengah. Kalimat kedua membicarakan langkah pencegahan peluasan serangan hama keong mas. Kalimat ketiga membicarakan adanya peternak yang mau membeli keong mas.

 

2. Kesatuan Bentuk (Kohesi)

Kesatuan bentuk paragraf atau kohensi terwujud jika aliran kalimat berjalan mulus, lancar, dan logis. Koherensi itu dapat dibentuk dengan cara repetisi, penggunaan kata ganti, penggunaan kata sambung atau frasa penghubung antarkalimat.

Perhatikan sekali lagi paragraf di bawah ini:

“Sampah yang setiap hari kita buang sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk. Contohnya, sisa makanan dan daun-daunan yang umumnya basah. Sampah anorganik adalah sampah yang sulit atau tidak dapat membusuk. Contohnya plastik, kaca, kain, karet, dan lain-lain.”

Pengulangan atau repetisi kata kunci sampah, sampah organik, dan sampah anorganik membuat kalimat-kalimat dalam paragraf itu jalin-menjalin menjadi satu kesatuan paragraf yang padu. Penggunaan kata ganti ­-nya yang mengacu kepada sampah organik dan sampah anorganik selain menjalin kepaduan juga membuat variasi penggunaan kata untuk menghindari kebosanan pembacanya (Bandingkan jika kata ganti ­-nya dikembalikan ke kata acuannya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik).

Dalam penggunaan repetisi nama orang hendaknya dibuatkan variasinya dengan kata ganti, frasa, atau idiom yang merujuk ke pengertian yang sama untuk menghilangkan pembacanya.

Perhatikan contoh penggunaan repetisi yang variatif dalam paragraf berikut ini:

“Salah satu presiden yang unik dan nyentrik di dunia ini adalah Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Beliau dapat terpilih menjadi presiden walaupun mempunyai penglihatan yang tidak sempurna, bahkan dapat dikatakan nyaris buta. Presiden ke-4 Republik Indonesia ini di awal masa jabatannya terlalu sering melakukan kunjungan ke luar negeri sehingga mengundang kritik pedas terutama dari lawan politiknya. Kiai dari Jawa Timur tersebut juga sering  mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dan inkonsisten. Akibatnya, dia sering diminta untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Namun, mantan ketua PBNU itu tetap pada prinsipnya dan tidak bergeming menghadapi semua itu.” (Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Jakarta: Insan Mulia, 2005), h. 154.)

Dalam paragraf di atas, Presiden Abdurrahman Wahid digantikan dengan Gus Dur; Presiden ke-4 Republik Indonesia; Kiai dari Jawa Timur; dia; mantan ketua PBNU. Selain penggunaan kata ganti -nya, dalam paragraf di atas digunakan kata sambung bahkan dan kata penghubung antarkalimat akibatnya dan namun.

 

3. Hanya Memiliki Satu Pikiran Utama

Paragraf yang baik harus hanya memiliki satu pikiran utama atau gagasan pokok. Jika dalam satu paragraf terdapat dua atau lebih pikiran utama, paragraf tersebut tidak efektif. Paragraf tersebut harus dipecah agar tetap memiliki satu pikiran utama saja. Satu pikiran utama itu didukung oleh pikiran-pikran penjelas. Pikiran-pikiran penjelas ini lazimnya terwujud dalam bentuk kalimat-kalimat penjelas yang tentu harus selalu mengacu pada pikiran utama.

 

JENIS PARAGRAF

Beberapa penulis seperti Sabarti Akhadiah, Gorys Keraf, Soedjito, dan lain-lain membagi paragraf menjadi tiga jenis. Kriteria yang mereka gunakan adalah sifat dan tujuan paragraf tersebut. Namun, karena pembicaraan tentang letak kalimat utama juga memberikan nama tersendiri bagi setiap paragraf, penulis cenderung menjadikan letak kalimat utama sebagai salah satu penjenisan paragraf. Berdasarkan hal tersebut, jenis paragraf dibedakan sebagai berikut.

 

1. Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya

Gorys Keraf (1980: 63-66) memberikan penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut.

a.   Paragraf Pembuka

Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Sebab itu sifat dari paragraf semacam itu harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca terhadap apa yang sedang diuraikan. Paragraf yang pendek jauh lebih baik, karena paragraf-paragraf yang panjang hanya akan menimbulkan kebosanan pembaca.

b.   Paragraf Penghubung

Paragraf penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan paragraf penutup.

Inti persoalan yang akan dikemukakan penulis terdapat dalam paragraf ini. Penulis harus memperhatikan cara membentuk paragraf penghubung supaya hubungan antara satu paragraf dengan paragraf yang lainnya teratur dan disusun secara logis.

Sifat paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, dan eksposisi, paragraf-paragraf itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.

c.   Paragraf Penutup

Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam paragraf penghubung.

Apa pun yang menjadi topik atau tema dari sebuah karangan haruslah tetap diperhatikan agar paragraf penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak terlalu pendek. Hal yang paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan yang bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat menimbulkan kesan kepada pembacanya.

 

2. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama

Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf, dari dasar tersebut penulis menetapkan letak kalimat utama dalam paragraf sebagai salah satu kriteria penjenisan paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini berpijak pada pendapat Sirai, dkk (1985: 70-71) yang mengemukakan empat cara meletakkan kalimat utama dalam paragraf.

 

a. Paragraf Deduktif

Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.

Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.

Contoh:

Pemakaian bahasa Indonesia di seluruh Indonesia dewasa ini belum dapat dikatakan seragam. Perbedaan dalam struktur kalimat, lagu kalimat, dan ucapan terlihat dengan mudah. Pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan sering dikalahkan oleh bahasa daerah. Di lingkungan persuratkabaran, radio, dan televisi sudah terjaga dengan baik. Para pemuka kita pun pada umumnya belum memperlihatkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Fakta-fakta di atas menunjukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia perlu ditingkatkan.

Gagasan utama paragraf tersebut terdapat di awal paragraf (deduktif), yaitu pemakaian bahasa Indonesia di seluruh Indonesia belum seragam.

 

 

 

b. Paragraf Induktif

Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.

Contoh:

Lebaran masih seminggu lagi, tetapi harga sembako seperti beras, gula, minyak, tepung, telur, dan lain-lain telah naik secara signifikan. Makanan yang biasanya dikonsumsi dalam merayakan Lebaran seperti roti, sirup, dan lain-lain melonjak harganya. Bahan pakaian dan pakaian jadi untuk berlebaran, seperti busana muslimah, baju koko, kopiah, kerudung, sajadah, dan sejenisnya pun tidak ketinggalan dari kenaikan harga yang cukup tinggi. Kenaikan harga barang-barang selalu terjadi menjelang Lebaran pada setiap tahun.

Gagasan utama paragraf tersebut terdapat di akhir paragraf (induktif), yaitu kenaikan harga barang-barang selalu terjadi menjelang Lebaran pada setiap tahun.

 

c. Paragraf Gabungan atau Campuran

Pada paragraf ini kalimat utama ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok karena penulis merasa perlu melakukannya. Jadi, pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.

Contoh:

Buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Bagaimana orang bisa mengetahui ilmu dari berbagai belahan dunia. Dari buku pula kita bisa menambah pengetahuan maupun pengalaman. Jelaslah bahwa buku sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.

Gagasan utama paragraf tersebut terdapat di awal paragraf, yaitu buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Sedangkan penegasan ide pokoknya terdapat dalam akhir kalimat, yaitu jelaslah bahwa buku sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.

 

d. Paragraf Tanpa Kalimat Utama

Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama. Berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi.

Contoh:

Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam-hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di pelbagai dusun Siberi Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk Desa Vanovara melihat benda itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih dari 1000 km jauhnya. (Intisari, Feb. 1996 dalam Keraf, 1980: 74)

Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat utama dalam paragraf di atas, karena seluruh paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat yang lebih penting dari yang lain. Semuanya sama penting dan bersama-sama membentuk kesatuan dari paragraf tersebut.

Paragraf tanpa kalimat utama disebut juga paragraf naratif atau paragraf deskriptif, yang merupakan salah satu jenis paragraf.

 

 

 

3. Jenis Paragraf Berdasarkan Isi

a. Narasi

Narasi atau cerita adalah jenis karangan yang menceritakan suatu pokok persoalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam narasi adalah:

1)   Biasanya cerita disampaikan secara kronologis.

2)   Mengandung plot atau rangkaian peristiwa.

3)   Ada tokoh yang menceritakan, baik manusia maupun bukan.

Contoh:

Tepat pukul 16.30 perhitungan suara pilkades di empat tempat pemungutan suara selesai. Berita acara pun segera dibuat dan ditandatangani Pak Camat yang mengumumkan hasilnya. Teten yang bertanda gambar padi mendapat 782 suara, Sugiono dengan tanda gambar ketela 324 suara, dan Paidi yang bertanda gambar jagung 316 suara. Suara tidak sah ada 33 lembar.

 

b. Deskripsi

Diskripsi adalah jenis karangan yang dibuat untuk menyampaikan gambaran secara objektif suatu keadaan sehingga pembaca memiliki pemahaman yang sama dengan informasi yang disampaikan.

Ciri-ciri diskripsi adalah:

1)   Bersifat informatif.

2)   Pembaca diajak menikmati sesuatu yang ditulis.

3)   Susunan peristiwa tidak dianggap penting.

Contoh:

Pagi hari itu aku duduk di bangku yang panjang di taman belakang rumah. Matahari belum tinggi, baru sepenggalah. Sinar matahari pagi menghangatkan badan. Di depanku bermekaran bunga beraneka warna. Angin pegunungan membelai wajah, membawa bau harum bunga. Kuhirup hawa pagi yang segar sepuas-puasnya. Badan menjadi nyaman dan hilanglah lelah selama sehari kemarin.

 

c. Eksposisi

Eksposisi adalah karangan yang dibuat untuk menerangkan suatu pokok persoalan yang dapat memperluas wawasan pembaca. Untuk mempertegas masalah yang disampaikan biasanya dilengkapi dengan gambar, data, dan statistik.

Contoh:

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini mencapai rata-rata 7-8% per tahun. Dengan demikian, pendapatan per kapita penduduk Indonesia mencapai beberapa kali lipat. Selain itu berdasarkan data Biro Pusat Statistik, jumlah penduduk yang dikategorikan miskin juga banyak berkurang.

Eksposisi atau paparan merupakan bentuk karangan yang memaparkan, menjelaskan, menguraikan, atau memerikan ide, gagasan, atau pendapat penulis dengan tujuan untuk memperluas wawasan pengetahuan pembaca. Eksposisi adalah suatu karangan yang bertujuan memberikan penjelasan atau informasi kepada pembaca tentang suatu hal. Oleh karena itu, karangan eksposisi disebut juga karangan informatif.

Pada karangan eksposisi, informasi yang dikemukakan dimaksudkan sebagai penjelasan gagasan penulis tentang suatu hal/objek. Karangan eksposisi bertujuan agar pembaca memperoleh informasi atau keterangan yang sejelas-jelasnya tentang objek tersebut. Dengan demikian, tujuan utama karangan eksposisi adalah memberitahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu. Titik perhatian lebih mengarah pada kecerdasan atau akal, bukan perasaan atau emosi pembaca. Yang harus selalu diingat adalah bahwa karangan eksposisi sama sekali tidak mendesak atau memaksa orang lain untuk menerima pandangan atau pendirian tertentu, tetapi semata-mata memberikan informasi. Umumnya menjawab pertanyaan apa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana.

Untuk memaparkan hal yang dikemukakan, tidak jarang karangan eksposisi menggunakan contoh, grafik, tabel, serta berbagai bentuk fakta dan data lainnya.

Antara lain contoh eksposisi adalah artikel di surat kabar, petunjuk dalam label atau kemasan barang, buku cara beternak belut, cara mengembangbiakkan adenium, dll.

 

Berbagai Macam Pola Pengembangan Paragraf Eksposisi:

1)  Pola Pengembangan Proses

Proses merupakan suatu urutan dari tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan untuk menciptakan sesuatu dari suatu kejadian atau peristiwa. Pada pola pengembangan proses, penulis menjelaskan tiap urutan ke dalam detail-detail yang tegas sehingga pembaca dapat melihat seluruh proses itu dengan jelas. Misalnya, bagaimana sebuah mesin bekerja? Bagaimana cara membuat brem? Jawaban atas pertanyaan tersebut mengacu pada suatu proses.

Kata penghubung yang biasa digunakan pada pola pengembangan proses adalah mula-mula, lalu, kemudian, setelah itu, dan sebagainya.

Contoh:

Pohon anggur, di samping buahnya yang digunakan untuk pembuatan minuman, daunnya pun dapat digunakan sebagai bahan untuk pembersih wajah. Caranya, ambillah daun anggur secukupnya. Lalu, tumbuk sampai halus. Masaklah hasil tumbukan itu dengan air secukupnya dan tunggu sampai mendidih. Setelah itu, ramuan tersebut kita dinginkan dan setelah dingin baru kita gunakan untuk membersihkan wajah. Insya Allah, kulit wajah kita akan kelihatan bersih dan berseri-seri.

 

2)  Pola Pengembangan Definisi

Pada pola pengembangan definisi, paragraf dikembangkan dengan memberikan keterangan atau arti terhadap sebuah istilah atau hal. Di sini kita tidak menghadapi hanya suatu kalimat, tetapi suatu rangkaian kalimat untuk menjelaskan suatu hal.

Contoh:

Ozone therapy adalah pengobatan suatu penyakit dengan cara memasukkan oksigen murni dan ozon berenergi tinggi ke dalam tubuh melalui darah. Ozone therapy merupakan terapi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, baik untuk menyembuhkan penyakit yang kita derita maupun sebagai pencegah penyakit.

 

3)  Pola Pengembangan Contoh/Ilustrasi

Sebuah gagasan yang terlalu umum memerlukan ilustrasi/contoh yang konkret. Dalam eksposisi, contoh-contoh tersebut tidak berfungsi untuk membuktikan suatu pendapat, tetapi contoh-contoh tersebut dipakai untuk menjelaskan dan menegaskan ide, gagasan, dan maksud penulis. Dalam hal ini pengalaman pribadi merupakan bahan ilustrasi/contoh yang paling efektif dalam menjelaskan gagasan-gagasan umum tersebut.

Kata penghubung yang biasa digunakan pada pola pengembangan contoh/ilustrasi adalah misalnya, seperti, contoh, dan sebagainya.

Contoh:

Sebenarnya, kondisi ekonomi kita sudah relatif membaik. Indikatornya dapat dilihat dari berbagai aspek. Misalnya, dalam bidang otomotif. Setiap hari kita temukan aneka kendaraan melintas di jalan raya. Sepeda motor baru, mobil pun baru. Ini menandakan bahwa taraf hidup masyarakat mulai membaik. Indikator lain seperti daya beli masyarakat akan kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Dalam bidang papan, misalnya, banyak warga masyarakat yang membangun tempat tinggal yang permanen.

 

4)  Pola Pengembangan Perbandingan

Paragraf dikembangkan dengan menggunakan dua sudut pandang perbandingan secara berpasangan, misalnya unsur kesamaan dan perbedaan, keuntungan dan kerugian, atau kelebihan dan kekurangan. Kalimat utama dalam paragraf perbandingan menyatakan dua hal yang akan dibandingkan. Maksud dari perbandingan itu antara lain untuk menunjukkan penilaian yang relatif mengenai kedua hal yang dibandingkan itu.

Kata penghubung yang biasa digunakan pada pola pengembangan perbandingan adalah dibandingkan dengan, jika dibandingkan dengan, daripada, dan sebagainya.

Contoh:

Tema lagu anak-anak zaman dulu lebih bervariasi dan mengandung pesan-pesan pendidikan yang bermanfaat bagi perkembangan mental-psikologis anak jika dibandingkan dengan lagu anak-anak masa kini. Anak-anak zaman dulu telah belajar tentang kebesaran Tuhan (“Pelangi”), alam sekitar (“Lihat Kebunku”), kasih sayang (“Oh, Ibu dan Ayah”), transportasi (“Tamasya”), dan pendidikan (“Lihatlah Kawan”) melalui lagu-lagu tersebut. Lagu tersebut mampu mendatangkan kegembiraan juga memperluas wawasan pengetahuan anak-anak. Dibandingkan dengan lagu-lagu lama, lagu anak-anak zaman sekarang kurang memiliki variasi tema. Lagu-lagu tersebut kurang memperhatikan nilai yang ingin ditanamkan pada diri anak dan lebih memperhatikan kebutuhan pasar. Jadi, temanya bersifat temporer karena mengikuti perubahan selera pasar. Unsur kesamaan yang masih ditemukan dalam kedua kelompok lagu ini ialah para pencipta lagu masih berusaha menciptakan irama yang gembira dan ritme yang sederhana seperti halnya kehidupan anak-anak.

 

5)  Pola Pengembangan Pertentangan/Kontras

Berbeda dengan pola perbandingan, pola pertentangan hanya mempertentangkan atau menyatakan perbedaan dari dua hal yang dibandingkan. Kalimat utama menjelaskan inti perbedaan yang dilihat dari sudut pandang tertentu, misalnya fungsi, ciri, ukuran fisik, dan sebagainya.

Kata penghubung yang biasa digunakan pada pola pengembangan pertentangan/kontras adalah berbeda, berbeda dengan, akan tetapi, tetapi, namun, padahal, sebaliknya, dan sebagainya.

Contoh:

Tugas seorang konduktor pada pergelaran orkestra di negara-negara barat berbeda dengan kebanyakan konduktor pergelaran orkestra di Indonesia. Konduktor pergelaran orkestra di negara barat bertanggung jawab penuh pada kualitas musik orkestra yang ditampilkan. Syarat utama menjadi konduktor tentu secara musikal harus memiliki wawasan yang luas dan mendalam, baik secara teoretis maupun praktis. Berbeda dengan konduktor negara barat, menurut penuturan Widya Kristanti, seperti halnya dirinya, di Indonesia konduktor untuk orkestra, khusunya yang bersifat populer, umumnya tidak mempunyai latar belakang akademis. Bahkan lebih dari itu, kebanyakan konduktor tersebut masih bekerja rangkap sebagai music director (pimpinan pergelaran musik) dan masih terkait dengan masalah-masalah prapoduksi dan produksi pergelaran musik itu sendiri.

 

6)  Pola Pengembangan Analogi

Pola analogi merupakan perbandingan yang sistematis dari dua hal yang berbeda tetapi dengan memperlihatkan kesamaan segi atau fungsi dari kedua hal yang dibandingkan itu. Jika dalam pola perbandingan berusaha menunjukkan kesamaan antara dua hal dalam kelas yang sama, pola analogi berusaha menunjukkan kesamaan antara dua hal yang berlainan kelas.

Kata penghubung yang digunakan dalam pola pengembangan analogi sama dengan pada pola pengembangan perbandingan.

Contoh:

Struktur suatu karangan atau buku pada hakikatnya mirip atau sama dengan pohon. Bila pohon dapat diuraikan menjadi batang, dahan, ranting, dan daun, maka karangan atau buku dapat diuraikan menjadi tubuh karangan, bab, subbab, dan paragraf. Tubuh karangan sebanding dengan batang, bab sebanding dengan dahan, subbab sebanding dengan ranting, dan paragraf sebanding dengan daun.

 

7)  Pola Pengembangan Umum-Khusus atau Khusus-Umum

Pola pengembangan umum-khusus berarti memaparkan suatu permasalahan bertolak dari suatu pernyataan yang bersifat umum kemudian berangsur-angsur menyempit ke hal-hal yang bersifat khusus. Hal atau pernyataan yang bersifat umum berkedudukan sebagai pokok informasi (pikiran utama), sedangkan hal yang bersifat khusus berkedudukan sebagai informasi tambahan (pikiran penjelas). Apabila pola ini dibalik, yaitu memaparkan hal-hal yang bersifat khusus kemudian memuncak pada hal yang bersifat umum, pola pengembangannya bergeser menjadi khusus-umum.

Contoh:

Sifat konflik di negeri ini sudah mulai bergeser dari vertikal ke horizontal. Semula konflik vertikal, yaitu konflik antara rakyat setempat dan pemerintah pusat, hanya terjadi di daerah-daerah tertentu yang secara historis memang memiliki potensi konflik seperti Aceh dan Papua. Kini konfliknya berubah sifat menjadi horizontal, yaitu antara sesama warga masyarakat. Konflik horizontal ini umumnya dipicu oleh suatu isu tertentu yang entah dihembuskan oleh siapa, kemudian isu tersebut direspons oleh warga masyarakat. Terjadilah pro dan kontra di kalangan warga. Kondisi seperti ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh mereka yang kita kenal sebagai provokator.

 

8)  Pola Pengembangan Klasifikasi

Klasifikasi adalah sebuah proses untuk mengelompokkan hal-hal atau sesuatu yang dianggap memiliki kesamaan tertentu. Paragraf klasifikasi dikembangkan berdasarkan suatu kategori umum kemudian diikuti dengan penjelasan anggotanya. Pola pengembangan klasifikasi pada dasarnya hanya menyebutkan sejumlah kategori menurut sudut pandang tertentu.

Contoh:

Pemerintah akan memberikan bantuan pembangunan rumah atau bangunan kepada korban gempa. Bantuan pembangunan rumah tersebut disesuaikan dengan tingkat kerusakannya. Warga yang rumahnya rusak ringan mendapat bantuan sekitar 10 juta. Warga yang rumahnya rusak sedang mendapat bantuan sekitar 20 juta. Warga yang rumahnya rusak berat mendapat bantuan sekitar 30 juta. Calon penerima bantuan tersebut ditentukan oleh aparat desa setempat dengan pengawasan dari pihak LSM.

 

9)  Pola Pengembangan Sebab-Akibat

Pengembangan paragraf eksposisi dapat pula dinyatakan dengan mempergunakan sebab-akibat. Dalam hal ini, sebab bisa bertindak sebagai gagasan utama, sedangkan akibat sebagai perincian pengembangannya. Atau sebaliknya, akibat sebagai gagasan utama, sedangkan untuk memahami sepenuhnya akibat itu perlu dikemukakan sejumlah sebab sebagai perinciannya.

Kata penghubung yang biasa digunakan pada pola pengembangan sebab-akibat adalah sebab, akibatnya, sehingga, maka, dan sebagainya

Contoh:

Pada tahun 2002, produksi padi turun 3,85 persen. Akibatnya, impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 juta ton pada tahun 2003. Sesudah swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. Akan tetapi, pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Sejak itu, impor beras meningkat dan pada tahun 2002 mencapai 2,5 juta ton.

 

d. Argumentasi

Argumentasi adalah jenis karangan yang berisi gagasan lengkap dengan bukti dan alasan serta dijalin dengan proses penalaran yang kritis dan logis. Argumentasi dibuat untuk mempengaruhi atau meyakinkan pembaca untuk menyatakan persetujuannya.

Contoh:

Keluaga berencana berusaha menjamin kebahagiaan hidup keluarga. Ibu tidak selalu merana oleh karena setiap tahun melahirkan. Ayah tidak pula terlalu pusing memikirkan usaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Anak pun tidak telantar hidupnya karena kebutuhan hidup yang terjamin.

 

e. Persuasi

Persuasi adalah jenis karangan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa yang singkat, padat, dan menarik untuk mempengaruhi pembaca sehingga pembaca terhanyut oleh siratan isinya.

Contoh:

Menabung uang di bank lebih aman dan menguntungkan. Uang kita akan mendapat keuntungan dari bank sesuai dengan uang tabungan yang telah disetor. Uang kita juga akan terjaga keamanannya dari pencurian. Oleh karena itu marilah kita menabung uang di bank sebagai jaminan masa depan kelak.

 

4.   Jenis Paragraf Berdasarkan Pola Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir manusia untuk menghubungkan antara data dan fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Dalam karangan penalaran, pikiran digunakan untuk membuat kesimpulan dalam bentuk tertulis. Dengan penalaran yang tepat, hal-hal yang akan dituangkan dalam karangan menjadi kuat. Penyajian materi karangan akan sesuai dengan akal pikiran yang tepat. Oleh karena itu, setiap ungkapan harus dipertimbangkan terlebih dahulu agar hal-hal yang tidak tepat tidak masuk dalam karangan.

Penalaran yang baik berarti ketepatan pengorganisasian dan penyajian semua gagasan. Segala pernyataan benar-benar kuat dan dapat dipertanggungjawabkan, tanpa membuat ragu pembaca. Alasan-alasan yang dikemukakan merupakan hal yang dapat diterima.

Ada dua macam penalaran yang biasa dilakukan dalam menarik suatu kesimpulan, yakni penalaran induksi dan penalaran deduksi.

 

a.   Penalaran Induktif

Dalam penalaran induksi/induktif, kita memulai dengan menyebutkan peristiwa atau keterangan atau data yang khusus untuk menuju kepada kesimpulan umum yang mencakup semua peristiwa khusus itu.

Ada tiga jenis penalaran induksi:

1)  Generalisasi

Generalisasi adalah proses penalaran yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus untuk diambil kesimpulan yang bersifat umum. Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Generalisasi mencakup ciri-ciri esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan karangan, generalisasi dibuktikan dengan fakta, contoh, data statistik, dan lain-lain.

Contoh:

Pemakain bahasa Indonesia di seluruh daerah di Indonesia dewasa ini belum dapat dikatakan seragam. Perbedaan dalam struktur kalimat, lagu kalimat, ucapan terlihat dengan mudah. Pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan sering dikalahkan oleh bahasa daerah. Di lingkungan persuratkabaran, radio, dan TV pemakaian bahasa Indonesia belum lagi dapat dikatakan sudah terjaga baik. Para pemuka kita pun pada umumnya juga belum memperlihatkan penggunaan bahasa Indonesia yang terjaga baik. Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa pengajaran bahasa Indonesia perlu ditingkatkan.

 

2)  Analogi

Analogi adalah penalaran yang membandingkan dua hal yang memiliki banyak persamaan sifat. Cara ini didasarkan asumsi bahwa jika sudah ada persamaan dalam berbagai segi, maka akan ada persamaan pula dalam bidang/hal lainnya.

Contoh:

Seseorang yang menuntut ilmu sama halnya dengan mendaki gunung. Sewaktu mendaki, ada saja rintangan seperti jalan yang licin yang membuat seseorang jatuh. Ada pula semak belukar yang sukar dilalui. Dapatkah seseorang melaluinya? Begitu pula bila menuntut ilmu, seseorang akan mengalami rintangan seperti kesulitan ekonomi, kesulitan memahami pelajaran, dan sebagainya. Apakah dia sanggup melaluinya? Jadi, menuntut ilmu sama halnya dengan mendaki gunung untuk mencapai puncaknya.

Penalaran secara analogi memiliki peluang untuk salah apabila kita beranggapan bahwa persamaan satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi-segi yang lain.

 

3)  Hubungan Sebab-Akibat

Hubungan sebab-akibat dimulai dari beberapa fakta yang kita ketahui. Dengan menghubungkan fakta yang satu dengan fakta yang lain, dapatlah kita sampai kepada kesimpulan yang menjadi sebab dari fakta itu atau kepada akibat fakta itu.

Penalaran Induksi Sebab-Akibat Dibedakan Menjadi 3 Macam:

a)  Hubungan Sebab-Akibat

Dalam hubungan ini dikemukakan terlebih dahulu hal-hal yang menjadi sebab, kemudian ditarik kesimpulan yang berupa akibat.

Contoh:

Belajar menurut pandangan tradisional adalah usaha untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan. “Pengetahuan” mendapat tekanan yang penting, oleh sebab pengetahuan memegang peranan utama dalam kehidupan manusia. Pengetahuan adalah kekuasaan. Siapa yang memiliki pengetahuan, ia mendapat kekuasaan.

b)  Hubungan Akibat-Sebab

Dalam hubungan ini dikemukakan terlebih dahulu hal-hal yang menjadi akibat, selanjutnya ditarik kesimpulan yang merupakan penyebabnya.

Contoh:

Dewasa ini kenakalan remaja sudah menjurus ke tingkat kriminal. Remaja tidak hanya terlibat dalam perkelahian-perkelahian biasa, tetapi sudah berani menggunakan senjata tajam. Remaja yang telah kecanduan obat-obat terlarang tidak segan-segan merampok bahkan membunuh. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian dari orang tua, pengaruh masyarakat, dan pengaruh televisi dan film yang ditonton.

 

c)   Hubungan Sebab-Akibat 1-Akibat 2

Suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama menjadi sebab hingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi sebab yang menimbulkan akibat ketiga dan seterusnya.

Contoh:

Setiap menjelang Lebaran, arus mudik sangat ramai. Seminggu sebelum Lebaran, jalanan sudah dipenuhi kendaraan-kendaraan umum maupun pribadi yang mengangkut penumpang yang akan pulang ke daerahnya masing-masing. Banyaknya kendaraan tersebut mau tidak mau mengakibatkan arus lalu lintas menjadi semrawut. Kesemrawutan ini tidak jarang sering menimbulkan kemacetan di mana-mana. Lebih dari itu, bahkan tidak mustahil kecelakaan menjadi sering terjadi. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menghambat perjalanan.

 

b.   Penalaran Deduktif

1)  Silogisme

Silogisme termasuk dalam penalaran deduktif. Deduktif merupakan salah satu teknik untuk mengambil simpulan dalam sebuah karangan. Sebenarnya jenis silogisme banyak, tetapi yang dibahas di sini hanya satu jenis, yaitu silogisme golongan atau silogisme kategorial.

Dalam silogisme terdapat dua premis dan satu simpulan. Premis merupakan pernyataan yang dijadikan dasar untuk menarik simpulan. Kedua premis itu adalah premis umum (premis mayor) dan premis khusus (premis minor).

Premis umum (PU)   :  Berisi pernyataan yang menyatakan semua anggota kelompok atau kumpulan yang memiliki sifat atau ciri tertentu.                       

Premis khusus (PK)   :  Menyatakan seseorang atau sesuatu anggota kelompok atau kumpulan sesuatu itu.

Simpulan (P)             : Menyatakan seseorang atau sesuatu anggota kelompok sesuatu itu memiliki sifat atau ciri tertentu.

Jika ketentuan-ketentuan di atas dibuat rumus akan menjadi:

PU   : Semua A = B.

PK   : Semua C = A.

S    : Semua C = B.

Contoh I

PU   : Semua profesor pandai.

PK   : Pak Adit adalah profesor.

S     : Pak Adit pasti orang pandai.

Keterangan:

Semua    A : Kaelompok atau kumpulan sesuatu itu                              = semua profesor

               B : Kelompok sesuatu itu memiliki sifat atau ciri tertentu      = pandai

               C : Seseorang atau sesuatu anggota kelompok itu                 = Pak Adit

Contoh II

PU   : Binatang menyusui melahirkan anak dan tidak bertelur.

PK   : Kerbau binatang menyusui.

S     : Kerbau melahirkan anak dan tidak bertelur.

Catatan    : Kata “semua” dapat tidak disebutkan atau dapat juga diganti dengan kata “setiap” atau “tiap-tiap”.

Contoh III

PU   : Setiap orang asing harus memiliki izin kerja, jika ingin bekerja di Indonesia.

PK   : Peter White itu orang asing.

S     : Jadi, Peter White harus memiliki izin kerja jika ingin bekerja di Indonesia.

 

2)  Silogisme Negatif

Jika salah satu premis dalam silogisme bersifat negatif simpulannya pun akan bersifat negatif pula. Biasanya pernyataan negatif digunakan kata “tidak”, “tak”.

 

Contoh I

PU       Semua penderita penyakit gula tidak boleh banyak makan makanan bertepung

PK        Pak Badu penderita penyakit gula

S          : Jadi, Pak Badu tidak boleh banyak makan makanan bertepung


Referensi:

Berbagai sumber