Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa
kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan
antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau
tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada
tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum
dan makna khusus. Lalu berdasarkan
kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif,
idiomatik dan sebagainya.
1.
Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk
nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa
yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan
kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna
leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem,
atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal
adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil
observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan
kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa
binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini
tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing,
atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal.
Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan
referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat
adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan
proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat
dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan
makna “dapat”, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu
terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal “tidak sengaja”.
2.
Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan
ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai
referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata
tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai
referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk
kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot
rumah tangga yang disebut “meja”. Sebaliknya kata karena tidak
mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang
bermakna nonreferensial.
3.
Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial
sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan
hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau
pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi
faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai makna
sebenarnya (Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita,
kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu “orang dewasa bukan
laki-laki”.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu
mempunyai nilai rasa, baik positif
maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki
konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat
juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah, dulu kata
ini berkonotasi negatif karena berarti “cerewet”, tetapi sekarang konotasinya
positif.
4. Makna Kata dan Makna
Istilah
Setiap kata atau leksem
memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas
kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks
situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang
jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh
karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks.
Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan
atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat
dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena
pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena
pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada
kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang
kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna
bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah
bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
5.
Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna
asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki
oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki
makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”. Jadi
makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif,
dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau
kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di
luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang
suci atau kesucian.
6.
Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan
dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal.
Contoh dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna
“bekerja keras”, meja hijau dengan makna “pengadilan”.
Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat
ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara
makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa seperti
anjing dengan kucing yang bermakna “dua orang yang tidak pernah akur”.
Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika
bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
7.
Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari, arti kiasan digunakan sebagai
oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata,
frasa, klausa, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti
leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan.
Misalnya pada bentuk-bentuk seperti puteri malam yang berarti
arti “bulan” dan raja siang yang berarti “matahari”.
0 comments:
Posting Komentar
Kirim pesan terbaik Anda untuk pengembangan situs ini!