Tampilkan postingan dengan label Karya Ilmiah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Karya Ilmiah. Tampilkan semua postingan

7.4.15

Menulis Cerpen Berdasarkan Lagu (Sebuah Metode)

PRAKATA GURU MENUJU PENULISAN CERPEN KARYA SISWA

Cerita pendek (cerpen) merupakan bagian dari karya sastra dengan ciri terdapatnya kumpulan paragaf yang mengandung unsur intrinsik dan ekstrinsik sastra. Sebuah cerpen yang baik adalah cerpen yang yang mampu mewakili kondisi masyarakatnya agar dapat diambil pesan atau hikmah (amanat) keteladanan bagi para pembacanya.

Cerpen memiliki kekuatan tersendiri, manakala kandungan ceritanya mampu menginspirasi pembaca ke arah positif atau pembangunan jiwa menjadi insan yang lebih baik daripada sebelum ia (pembaca) membaca cerita tersebut. Dan untuk menyusun atau menciptakan sebuah cerpen pembangun jiwa seperti yang diinginkan bergantung dari penulis atau pengarang, kondisi jiwa atau pengalaman batin, serta pengalaman bahasa, dan karakter dasar sang penulis. Pengalaman dan karakter dasar tidak akan dapat dilepaskan dari gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen. Hal ini juga tidak telepas dari usia penulis yang akan menentukan alur atau tahapan cerita serta bentuk justifikasi di bagian-bagian konflik atau akhir cerita.
Pemilihan tokoh beserta perwatakannya akan juga ditentukan oleh pengalaman penulis baik dari segi usia maupun faktor lain yang didasarkan pada pengalaman jiwa sang penulis sendiri.

Saya, adalah seorang guru siswa menengah atas yang dihadapkan pada situasi atau konteks siswa yang sangat majemuk. Kondisi/ input siswa yang berbeda-beda memberikan tantangan kepada Saya, selaku pengamat, praktisi, sekaligus pendidik agar seluruh anak bangsa mampu menuangkan pikirannya ditambah sentuhan nilai rasa dan pengalaman bahasa, dalam bentuk cerita pendek.

Dalam rangka pemenuhan tuntutan yang berbasis produk/ portofolio pada kurikulum 2013 khususnya dalam pembelajaran cerita pendek, maka Saya berusaha menstimulus para siswa, bukan hanya paham struktur dan memahami pesan, namun juga mampu menghasilkan karya cerpen secara utuh. Untuk itu, Saya memberikan sentuhan yang dekat dengan kondisi jiwa mereka, usia mereka, serta kesukaan para pemuda di zamannya, bukankah kita harus membina mereka sesuai kondisi dan tuntutan zamannya?

Adapun proses awal sebelum siswa menghasilkan sebuah teks cerpen secara utuh, Saya menginginkan mereka memiliki nilai rasa. Dan Saya yakin, pendekatan psikologis yang paling mudah untuk menyentuh perasaan anak didik Saya adalah pengetahuan tentang musik.
Dari tahun ke tahun, perkembangan musik, baik di Indonesia maupun luar Indonesia (luar negeri) sangat mampu/ mudah diterima oleh kaum muda. Dengan mudah, mereka mampu "menyanyikan" lagu-lagu yang sedang hits atau populer saat itu baik lagu berbahasa Indonesia, Inggris, India, dan yang sedang tren di Indonesia beberapa tahun terahir adalah Korea. Yang tanpa mereka sadari, secara spontan mereka (siswa) telah memiliki potensi berbahasa plus pemahaman jiwa terhadap esensi lagu yang sedang mereka nyanyikan.

Mengapa begitu? Menurut Saya pribadi sebagai pembelajar bahasa, ketika seseorang (termasuk siswa) dan mungkin begitu juga pendapat juri di ajang kompetisi menyanyi di TV swasta yang sedang marak, bahwa setiap orang mampu menyanyi dengan baik saat mereka pahami isi atau pesan lagu yang mereka sampaikan.
Terlepas, dari skill atau kepiawaian dalam menyanyi, setiap siswa Saya menyukai proses ini. Mereka memilih lagu apa saja, tema bebas,  dengan bahasa pengantar bebas, penyanyi bebas, lagu tua, lagu baru, asalkan mereka menyukai lagu tersebut.

Berikut adalah perjalanan menuju penulisan karya siswa Saya:
Tahap Pemahaman
1. Siswa menuliskan judul dan lirik lagu yang mereka sukai secara lengkap di buku mereka masing-masing
2. Siswa menyertakan data/ informasi seputar lagu pilihan mereka (penyanyi, durasi, pencipta, judul, serta menyalin video klip asli atau MP3) dari lagu tersebut
3. Siswa menerjemahkan lagu pilihan mereka kedalam bahasa Indonesia, bila lagu pilihan mereka berbahasa asing (selain bahasa Indonesia)
4. Siswa menyanyikan lagu pilihan mereka kedalam rekaman yang dikumpulkan dalam bentuk softcopy kepada guru
5. Siswa memahami pesan/ hikmah/ amanat yang ingin disampaikan melalui lagu tersebut

Tahap Penulisan
1. Siswa menciptakan tokoh fiktif beserta penokohannya yang menggambarkan penokohan dalam lagu yang telah dipilih
2. Siswa menentukan awalan cerita sebagai bagian abstraksi cerpen dengan tahapan alur sesuai isi lagu pilhan
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengembangakan cerita pendek dengan memberikan konflik kepada tokoh yang telah diciptakan
4. Siswa diminta menciptakan karakter/ tokoh sampingan yang dapat mendukung cerita menjadi cerpen yang utuh
5. Siswa memberikan rangkaian alur cerita utuh terhadap tokoh utama dan tokoh tambahan hingga cerpen menjadi karangan utuh.
6. Siswa diberikan apresiasi/ penghargaan oleh guru berupa nilai angka dan bentuk publikasi media

Tahap Penghargaan
1. Siswa mengetik karya utuhnya di program Word dengan ketentuan penulisan yang diberikan guru
2. Siswa menyertakan judul karya dan nama siswa untuk kebutuhan publikasi
3. Guru mengunggah karya cerpen milik siswa ke blog/ media internet milik guru sebagai bentuk penghargaan selain nilai
4. Sebagai penghargaan tambahan, siswa dapat membuka karya milik teman, membacanya, dan memberikan komentar terhadap isi cerpen

Langkah-langkah pembelajaran di atas telah Saya berikan kepada siswa Saya, yaitu peserta didik SMK Negeri 7 Malang Kelas X Kimia Analisis 2 Tahun Pelajaran 2014/2015. Meskipun materi cerita pendek sebenarnya adalah kompetensi yang dijabarkan di kelas XI, namun Guru membuat kebijakan di kelas X mengingat waktu di kelas XI berkurang untuk kepentingan praktik kerja industri (Prakerin).

Setiap karya siswa dengan proses pembelajaran di atas akan Saya tampilkan pada postingan berikutnya. Terima kash karena telah menyimak setiap tuturan Saya, semoga menginspirasi! 


3.5.13

Multiple Intelegensi dalam Pembelajaran

23 November 2009

PENERAPAN KONSEP MULTIPLE INTELEGENSI (KECERDASAN MAJEMUK) DALAM PEMBELAJARAN SABAGAI UPAYA MENCERDASKAN BANGSA

Filed under: DUNIA PENDIDIKAN — imambadruddin @ 6:15 pm

KATA PENGANTAR
Salam semoga Allah swt. Enantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kia sekalian sehingga kita dapat menjalankan tugas sebagai khalifah fil ard denga baik. Sholawat serta salam seantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW. Yang kita nanti-natikan syafaatnya fi yaumil kiyamah.

Tersusunnya makalah ini merupakan kumpulan dari hasil karya kami guna memenuhi tugas, dimaksudkan sebagin karena yang disusun dalam makalah ini merupakan materi-materi yang kami temukan baik diperkuliahan, hasil-hasil diskusi dan seminar, internet serta selebaran media masa yang dianggap relevan.

Dalam Ilmu pendidikan, makalah ini menduduki posisi yang tak kalah pentingnya dalam mentransformasikan Ulumuttarbiyah disamping materi yang lain. Akan tetapi sering kali makalah tersebut akhirnya menjadi “sampah” karena dianggap tidak memiliki nilai lebih sebagai bahan bacaan diwaktu luang bahkan sebagai hiasan di rak buku sekalipun. Bertolak dari kenyataa seperti itu akhirnya kami berusaha menumbuhkan kembali makalah yang berjudul “URGENSI KOSEP MULTIPLE INTELEGENSI DALAM PEMBELAJARAN” dengan hormat yang lebih pantas sehingga tidak ada alasan lagi untuk meninggalkan dikeranjang sampah.

Meyakini bahwa manfaat dan tujuan hanya dapat dicapai dengan rahmat Allah SWT. Serta dengan usaha yang teratur, terncana dan penuh kebijaksanaan, akhirnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karenanya penyusun merasa dan menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan. Tetapi dengan membuka pintu kebesaran hati saran dan kritikan segala kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan untuk periode dimasa mendatang.

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun orang dewasa. Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Mengingat akan pentingnya pendidikan, maka pemerintah pun mencanangkan program wajib belajar 9 tahun, melakukan perubahan kurikulum untuk mencoba mengakomodasi kebutuhan siswa. Kesadaran akan pentingnya pendidikan bukan hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga kalangan swasta yang mulai melirik dunia pendidikan dalam mengembangkan usahanya. Sarana untuk memperoleh pendidikan yang disediakan oleh pemerintah masih dirasakan sangat kurang dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Terlihat dengan semakin menjamurnya sekolah-sekolah swasta yang dimulai dari Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi. Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir tradisional di dalam menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan oleh Seto Mulyadi (2003), seorang praktisi pendidikan anak, bahwa suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.

Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua parameter tersebut, di atas tetapi juga harus dilihat dari aspek kinetis, musical, visual-spatial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis (Kompas, 6 Agustus 2003). Jenisjenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan sebutan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences) yang diperkenalkan oleh Howard Gardner padan tahun 1983. Gardner mengatakan bahwa kita cenderung hanya menghargai orangorang yang memang ahli di dalam kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kita harus memberikan perhatian yang seimbang terhadap orangorang yang memiliki talenta (gift) di dalam kecerdasan yang lainnya seperti artis, arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, entrepreneurs, dan lain-lain.

Sangat disayangkan bahwa saat ini banyak anak-anak yang memiliki talenta (gift), tidak mendapatkan reinforcement di sekolahnya. Banyak sekali anak yang pada kenyataannya dianggap sebagai anak yang “Learning Disabled” atau ADD (Attention Deficit Disorder), atau Underachiever, pada saat pola pemikiran mereka yang unik tidak dapat diakomodasi oleh sekolah. Pihak sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa.

Teori Multiple Intelligences yang menyatakan bahwa kecerdasan meliputi delapan kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa (Gardner, 2003). Padahal setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain.

Pola pemikiran tradisional yang menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa memang sudah mengakar dengan kuat pada diri setiap guru di dalam menjalankan proses belajar. Bahkan, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Insan Kancil (Kompas, 13 Oktober 2003), pendidikan Taman Kanak-Kanak saat ini cenderung mengambil porsi Sekolah Dasar. Sekitar 99 persen, Taman Kanak-Kanak mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Artinya, pendidikan Taman Kanak-Kanak telah menekankan pada kecerdasan akademik, tanpa menyeimbanginya dengan kecerdasan lain. Hal ini berarti pula bahwa sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh guru-guru masih tetap mementingkan akan kemampuan logika (matematika) dan bahasa.

Menurut Moleong, dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), guru dan orang tua hendaknya bersinergi dalam mengembangkan berbagai jenis kecerdasan, terutama terhadap anak usia dini. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak gagap dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Anak-anak usia 0 – 8 tahun harus diperkenalkan dengan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences). Guru hendaknya tidak terjebak pada kecerdasan logika semata.

Multiple Intelligences yang mencakup delapan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ). Semua jenis kecerdasan perlu dirangsang pada diri anak sejak usia dini, mulai dari saat lahir hingga awal memasuki sekolah (7 – 8 tahun). (Kompas, 13 Oktober 2003). Yang menjadi pertanyaan terbesar, mampukah dan bersediakah setiap insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mencoba untuk mengubah pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan kemampuan logika (matematika) dan bahasa? Bersediakah segenap tenaga kependidikan bekerjasama dengan orang tua bersinergi untuk mengembangkan berbagai jenis kecerdasan pada anak didik di dalam proses belajar yang dilaksanakan di lingkungan lembaga pendidikan?

Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni : Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.

Prestasi seseorang ditentukan juga oleh tingkat kecerdasannya (Inteligensi). Walaupun mereka memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk meningkatkan prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak memungkinkannya untuk mencapai keunggulan. Tingkat Kecerdasan Tingkat kecerdasan (Intelegensi) bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan pendidikan yang pernah diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan mempunyai dampak kuat terhadap kecersan seseorang). Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar.
3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.

Perumusan pertama melihat inteligensi sebagai kemampuan berpikir. Perumusan kedua sebagai kemampuan untuk belajar dan perumusan ketiga sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri. Ketiga-tiganaya menunjukkan aspek yang berbeda dari intelegensi, namun ketiga aspek tersebut saling berkhaitan. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri seseorang tergantung dari kemampuannya untuk berpikir dan belajar. Sejauhmana seseorang dapat belajar dari pengalaman-pengalamannya akan menentukan penyesuaian dirinya. Ungkapan-ungkapan pikiran, cara berbicara, dan cara mengajukan pertanyaan, kemampuan memecahkan masalah, dan sebagainya mencerminkan kecerdasan. Akan tetapi, diperlukan waktu lama untuk dapat menyimpulkan kecerdasan seseorang berdasarkan pengamatan perilakunya, dan cara demikian belum tentu tepat pula. Oleh karena itu, para ahli telah menyusun bermacam-macam tes inteligensi yang memungkinkan kita dalam waktu yang relatif cepat mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. Inteligensi seseorang biasanya dinyatakan dalam suatu kosien inteligensi Intelligence Quotient(IQ).

Apakah hanya kecerdasan (yang diukur dengan tes intelegensi dan menghasilkan IQ) yang menentukan keberbakatan seseorang ? barangkali untuk bakat intelegtual masih tepat jika IQ menjadi kriteria (patokan) utama, tetapi belum tentu untuk bakat seni, bakat kreatif-produktif, dan bakat kepemimpinan. Memang dulu para ahli cenderung untuk mengidentifikasi bakat intelektual berdasarkan tes intelegensi semata-mata, dalam penelitian jangka panjangnya mengenai keberbakatan menetapkan IQ 140 untuk membedakan antara yang berbakat dan tidak. Akan tetapi, akhir-akhir ini para ahli makin menyadari bahwa keberbakatan adalah sesuatu yang majemuk, artinya meliputi macam-macam ranah atau aspek, tidak hanya kecerdasan.

Keberbakatan dan Anak Berbakat Renzulli, dkk.(1981) dari hasil-hasil penelitiannya menarik kesimpulan bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang adalah pada hakekatnya tiga kelompok (cluster) ciri-ciri, yaitu : kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri (tangung jawab terhadap tugas). Seseorang yang berbakat adalah seseorang yang memiliki ketiga ciri tersebut. Masing-masing ciri mempunyai peran yang sama-sama menentukan. Seseorang dapat dikatakan mempunyai bakat intelegtual, apabila ia mempunyai intelegensi tinggi atau kemampuan di atas rata-rata dalam bidang intelektual yang antara lain mempunyai daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan memecahkan masalah). Akan tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi belum menjamin keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya, adalah sama pentingnya. Demikian juga berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan dan menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah mengikatnya diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.

Adapun yang dimaksud dengan anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang berdeferensiasi atau pelayanan yang di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat mewujudkan bakat-bakat mereka secara optimal, baik bagi pengembangan diri maupun untuk dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi kemajuan masyarakat dan negara. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial seperti bakat kepemimpinan. Keberbakatan itu meliputi bermacam-macam bidang, namun biasanya seseorang mempunyai bakat istimewa dalam salah satu bidang saja. Dan tidak pada semua bidang. Misalnya : Si A menonjol dalam matematika, tetapi tidak dalam bidang seni. Si B menunjukkan kemapuan memimpin, tetapi prestasi akademiknya tidak terlalu menonjol. Hal ini kadang-kadang dilupakan oleh pendidik. Mereka menganggap bahwa seseorang telah diidentifikasi sebagai berbakat harus menonjol dalam semua bidang. Selanjutnya perumusan tersebut menekankan bahwa anak berbakat mampu memberikan prestasi yang tinggi. Mampu belum tentu terwujud. Contoh Ada anak-anak yang sudah dapat mewujudkan bakat mereka yang unggul, tetapi ada pula yang belum. Bakat memerlukan pendidikan dalam latihan agar dapat terampil dalam restasi yang unggul.

PEMBAHASAN
1. Konsep Multiple Intelegensi
Konsep Multiple Intelegensi (MI), menurut Gardner (1983) dalam bukunya Frame of Mind: The Theory of Multiple intelegences, ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu yaitu linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Melalui delapan jenis kecerdasan ini, setiap individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam dirinya. Karena itu Amstrong (2002) menyebutkan, kecerdasan tersebut merupakan modalitas untuk melejitkan kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka sebagai sang juara, karena pada dasarnya setiap anak cerdas. Sebelum menerapkan MI sebagai suatu strategi dalam pengembangan potensi seseorang, perlu kita kenali atau pahami ciri-ciri yang dimiliki seseorang.

1. Kecerdasan Linguistik
umumnya memiliki ciri antara lain (a) suka menulis kreatif, (b) suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, (c) sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (d) membaca di waktu senggang, (e) mengeja kata dengan tepat dan mudah, (f) suka mengisi teka-teki silang, (f) menikmati dengan cara mendengarkan, (g) unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca, menulis dan berkomunikasi).
2.
Kecerdasan Matematika-Logis
cirinya antara lain: (a) menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar kepala, (b) suka mengajukan pertanyaan yang sifatnya analisis, misalnya mengapa hujan turun?, (c) ahli dalam permainan catur, halma dsb, (d) mampu menjelaskan masalah secara logis, (d) suka merancang eksperimen untuk membuktikan sesuatu, (e) menghabiskan waktu dengan permainan logika seperti teka-teki, berprestasi dalam Matematika dan IPA.
3.
Kecerdasan Spasial 
dicirikan antara lain: (a) memberikan gambaran visual yang jelas ketika menjelaskan sesuatu, (b) mudah membaca peta atau diagram, (c) menggambar sosok orang atau benda persis aslinya, (d) senang melihat film, slide, foto, atau karya seni lainnya, (e) sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, (f) suka melamun dan berfantasi, (g) mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas sekolah, (h) lebih memahamai informasi lewat gambar daripada kata-kata atau uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni.
4.
Kecerdasan Kinestetik-Jasmani
memiliki ciri: (a) banyak bergerak ketika duduk atau mendengarkan sesuatu, (b) aktif dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, hiking atau skateboard, (c) perlu menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya, (d) menikmati kegiatan melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik lainnya, (e) memperlihatkan keterampilan dalam bidang kerajinan tangan seperti mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai menirukan gerakan, kebiasaan atau prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik terhadap jawaban masalah yang dihadapinya, (h) suka membongkar berbagai benda kemudian menyusunnya lagi, (i) berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan yang bersifat kompetitif.
5.
Kecerdasan Musikal 
memiliki ciri antara lain: (a) suka memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, (b) mudah mengingat melodi suatu lagu, (c) lebih bisa belajar dengan iringan musik, (d) bernyanyi atau bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain, (e) mudah mengikuti irama musik, (f) mempunyai suara bagus untuk bernyanyi, (g) berprestasi bagus dalam mata pelajaran musik.
6.
Kecerdasan Interpersonal 
memiliki ciri antara lain: (a) mempunyai banyak teman, (b) suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggalnya, (c) banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah, (d) berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik antartemannya, (e) berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain, (f) sangat menikmati pekerjaan mengajari orang lain, (g) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam mata pelajaran ilmu sosial.
7.
Kecerdasan Intrapersonal 
memiliki ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap independen dan kemauan kuat, (b) bekerja atau belajar dengan baik seorang diri, (c) memiliki rasa percaya diri yang tinggi, (d) banyak belajar dari kesalahan masa lalu, (e) berpikir fokus dan terarah pada pencapaian tujuan, (f) banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.
8.
Kecerdasan Naturalis
memiliki ciri antara lain: (a) suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan, (b) sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka, (c) suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang, (d) menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam, (e) suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, (f) berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.
Keunikan yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam upaya mengelola informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak manusia. Tetapi pada saat mengeluarkannya, ke delapan jenis kecerdasan itu bekerjasama untuk menghasilkan informasi sesuai yang dibutuhkan.


2. Mendidik Anak Cerdas Dan berbakat
Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak. Apa itu kecerdasan majemuk ? Sebagai orang tua masa kini, kita sering kali menekankan agar anak berprestasi secara akademik di sekolah. Kita ingin mereka menjadi juara dengan harapan ketika dewasa mereka bisa memasuki perguruan tinggi yang bergengsi. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah kunci utama untuk kesuksesan hidup di masa depan. Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa sangat sedikit orang-orang yang sukses di dunia ini yang menjadi juara di masa sekolah. Bill Gates (pemilik Microsoft), Tiger Wood (pemain golf) adalah beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya. Kemudian di sinilah muncul pertanyaan sebagai berikut :
Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk meramalkan sukses seorang anak di masa depan, lalu apa ? Apa yang harus dilakukan orang tua supaya anak-anak mempunyai persiapan cukup untuk masa depanya ?

Kemudian jawabannya adalah :
Prestasi dalam kecerdasan majemuk (multiple Intelligence) dan bukan hanya prestasi akademik. Kecerdasan majemuk Kemungkinan anak untuk meraih sukses menjadi sangat besar jika anak dilatih untuk meningkatkan kecerdannya yang majemuk itu. Membangun seluruh kecerdasan anak adalah ibarat membangun sebuah tenda yang mempunyai beberapa tongkat sebagai penyangganya. Semakin sama tinggi tongkat-tongkat penyangganya, semakin kokoh pulalah tenda itu berdiri. Untuk menjadi sungguh-sungguh cerdas berarti memiliki skor yang tinggi pada seluruh kecerdasan majemuk tersebut. 

Walaupun sangat jarang seseorang memiliki kecerdasan yang tinggi di semua bidang, biasanya orang yang benar-benar sukses memiliki kombinasi 4 atau 5 kecerdasan yang menonjol. Albert Einstein, beliau sangat terkenal jenius di bidang sains, ternyata juga sangat cerdas dalam bermain biola dan matematika. Demikian pula Leonardo Da Vinci yang memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam bidang olah tubuh, seni arsitektur, matematika, dan fisika. Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik saja tidak cukup lagi seseorang untuk mengembangkan kecerdasannya secara maksimal. Justru peran orang tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak. Jadi untuk menjamin anak yang berhasil, kita tidak bisa menggantungkan pada sukses sekolah semata. Kedua orang tua harus berusaha sebaik mungkin untuk menentukan dan mengembangkan sebanyak mungkin kecerdasan yang memiliki oleh masing-masing anak.

3. Sukses Dan Kecerdasan
Kecerdasan memang bukan satu-satunya elemen sukses. John Wareham (1992), mengatakan ada 10 (sepuluh) unsur pokok untuk menjadi eksekutif yang sukses yaitu :
1.
Kemampuan menampilkan pesona diri yang tepat
2.
Kemampuan mengelola energi diri yang baik
3.
Kejelasan dan kesehatan sistem nilai pribadi dan kontrak-kontrak batin
4.
Kejelasan sasaran-sasaran hidup yang tersurat maupun yang tersirat
5.
Kecerdasan yang memadai (dalam arti penalaran)
6.
Adanya kebiasaan kerja yang baik
7.
Keterampilan antar manusia yang baik
8.
Kemampuan adaptasi dan kedewasaan emosional
9.
Pola kepribadian yang tepat dengan tuntutan pekerjaan
10.
Kesesuaian tahap dan arah kehidupan dengan espektasi gaya hidup.

Dale Carnegie (1889-1955), bahkan tidak menyebutkan kecerdasan secara eksplisit (dalam pengertian umum) sebagai elemen keberhasilan.Beliau mengatakan bahwa untuk berhasil dibutuhkan 10 (sepuluh Kualitas) yaitu :
1.
Rasa percaya diri yang berlandaskan konsep diri yang sehat,
2.
Keterampilan berkomunikasi yang baik,
3.
Keterampilan antar manusia yang baik,
4.
Kemampuan memimpin diri sendiri dan orang lain,
5.
Sikap positip terhadap orang, kerja dan diri sendiri,
6.
Keterampilan menjual ide dan gagasan,
7.
Kemampuan mengingat yang baik,
8.
kemampuan mengatasi masalah, stres dan kekuatiran,
9.
Antusiasme yang menyala-nyala, dan
10.
Wawasan hidup yang luas.

Jadi jelaslah bahwa kecerdasan, yang biasanya diukur dengan skala IQ, memang bukan elemen tunggal atau tiket menuju sukses. John Wareham, menyimpulkan hal di atas sesudah ia mewawancarai puluhan ribu calon eksekutif dan mensuplai ribuan eksekutif ke banyak perusahaan, dalam peranannya sebagai ” head Hunter ”. Begitu juga Dale Carnegie tiba pada kesimpulannya sesudah ia mewawancarai banyak tokoh sukses kontemporer pada jamannya dan sesudah membaca ribuan biografi dan otobiografi orang-orang sukses dari segala macam lapangan kehidupan.

PENUTUP
1. Kesimpulan
Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Kecerdasan merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Tingkat kecerdasan (Intelegensi) ditentukan oleh bakat bawaan berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya. Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar
3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Ciri-ciri keberbakatan seseorang adalah, kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri. 

Anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang tinggi. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial. Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak. Peran orang tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak.

2. Saran
Pemerintah atau oknum pendidikan pada ukumnya hendaknya mengadakan seminar tentang kecerdasan oleh para pakar sehingga dapat memotivasi baik orangtua maupun guru dalam memberikan bimbingan kepada anaknya. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah kunci utama untuk kesuksesan hidup di masa depan. Maka perlu adanya pembinaan para guru agar bisa mencerdaskan siswa terutama pendidikan yang ada di lingkungan sekolah.

(Repost: http://imambadruddin.wordpress.com/2009/11/23/penerapan-konsep-multiple-intelegensi-kecerdasan-majemuk-dalam-pembelajaran-sabagai-upaya-mencerdaskan-bangsa/)

Menulis Narasi melalui Umpan Penggalan Film 'Tanah Surga Katanya' (Sebuah Metode)

Pembelajaran menulis untuk siswa SMK pada umumnya bersifat relatif.  Bagi siswa yang menyukai bidang kepenulisan, menulis merupakan hal yang telah menjadi kebiasaan sehingga mudah untuk menuangkan setiap ide kedalam bentuk tertulis. Bahkan secara praktis, hasil tulisan dianggap mampu bersaing dengan karya siswa sekolah menengah atas yang dalam hal ini memiliki jurusan spesial yaitu Bahasa. Terbukti, di beberapa ajang lomba menulis, siswa SMK mampu merajai dan mendapatkan penghargaan. Namun bagi beberapa siswa yang kurang biasa menulis ditambah lemah dalam hal bacaan, maka akan menimbulkan kesulitan dalam menemukan ide menulis serta kesulitan dalam menterjemahkan maksud karena kurangnya referensi dalam hal perbendaharaan kata.
Berdasarkan hal tersebut, maka Saya mencoba mencari alternatif pembelajaran menulis narasi melalui umpan menyimak film.

Mengapa film? Film adalah sarana informasi dan hiburan yang cukup efektif bagi usia siswa, khususnya siswa SMK. Dengan menyimak film, siswa relatif lebih cepat menangkap dan memahami isi, alur, amanat, dan harapan implisit yang terkandung dalam film. Kemudahan ini didapatkan karena ingatan atau daya simak kita, khususnya siswa lebih mudah menangkap metode visual seperti yang pelakonan dalam film, terlebih lagi bila film yang disimak bermutu dan diperankan oleh artis atau seniman yang notabene sangat diidolakan siswa.

Adapun film yang Saya gunakan sebagai umpan menulis ini berjudul  "Tanah Surga Katanya". Film ini merupakan film  drama Indonesia yang dirilis pada 15 Agustus 2012 dengan sutradara Herwin Novianto yang dibintangi oleh Osa Aji Santoso dan Fuad Idris. Alasan lainnya, Film 'Tanah Surga Katanya' terpilih sebagai film terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia 2012. Dengan demikian, film tersebut berhasil membawa pulang enam Piala Citra (http://bejagat.blogspot.com/2012/12/sinopsis-film-tanah-surgakatanya.html).

Mengingat termuatnya mutu dalam film ini, maka Saya  memilih film ini sebagai umpan menulis narasi bagi siswa. Dengan harapan, motivasi yang terkandung dapat ditularkan kepada siswa Saya, dan hasil akhirnya, Saya berharap agar siswa mampu memberikan ending yang cantik karya mereka.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran ini adalah bahwa rangkaian proses pembelajaran ini bukanlah penelitian berdasarkan metode atau model pembelajaran khusus yang telah menjadi temuan para pakar penelitian. Metode yang Saya gunakan adalah sistem coba-coba dengan harapan akhir, siswa MAMPU MENGHASILKAN TULISAN NARASI. That's all!

Berikut adalah teknik atau langkah yang Saya gunakan pada proses pembelajaran narasi.
1.  Membaca Cerpen Bebas
Tahap ini merupakan tahap mengingat kembali. Mengapa demikian? Karena menurut Saya, kecil kemungkinan bila siswa sama sekali belum pernah membaca cerita pendek. Dan mengapa cerpen? Karena cerpen adalah bentuk narasi sugestif yang umum dikenal oleh siswa.

2.  Memahami Cerita Pendek
Setelah membaca  siswa diharapkan memahami isinya. Bentuk pemahaman ini diukur melalui bercerita menjawab kuis yang diberikan guru.

3. Tahap Kuis Pemahaman
Pada tahap ini, guru memberikan pertanyaan (kuis) yang seluruh jawabannya didapatkan dari hasil membaca cerpen milik siswa. Adapun isi kuis adalah materi unsur narasi yang terdiri dari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik cerpen.

4. Tahap Mencocokkan Materi
Secara umum unsur intrinsik dan unsur ektrinsik telah banyak dikenal oleh siswa baik dari pengalaman belajar bahasa Indonesia selama di SMP atau pun berdasarkan pengalaman membaca. Berdasarkan hal ini, maka siswa bersama-sama menemukan kesesuaian teori yang terdapat dalam unsur intrinsik dan ekstrinsik cerita pendek dan ciri unsur yang terdapat dalam narasi sugestif secara teoritis.

5.  Tahap Menyimpulkan 
Pada tahap ini siswa dengan bantuan guru menyimpulkan bahwa cerita pendek adalah salah satu bentuk dari narasi yaitu narasi sugestif.

6.  Tahap Stimulus
Siswa menyimak film berjudul Tanah Surga katanya pada 15 sampai 20 menit pertama. Sengaja tidak diputar secara utuh karena film ini merupakan stimulus saja sehingga siswa dapat menentukan kelanjutan dan keutuhan cerita dengan imajinasi.

7. Tahap Penggenaban cerita (Cerita Utuh)
Setelah menyimak penggalan cerita film, siswa mengembangkan sendiri cerita tersebut dengan BEBAS. Siswa diijinkan menggali/ mengeksplorasi, mengkombinasi, atau mengimajinasikan secara utuh alur cerita mereka mulai dari tahap cerita hingga penyelesaian cerita. Di sini mereka Saya bebaskan menambah karakter, membunuh atau menghidupkan kembali karakter, dan sebagainya. Saya izinkan mereka untuk menjadi sutradara dalam cerita mereka sendiri. dan hasilnya....

Tara..... 
Siswa Saya telah menghasilkan tulisan narasi! Saya tidak menuntut harus SANGAT BAGUS! DEELEL! Saya hanya meminta mereka menulis narasi itu saja. Setelahnya, sebagai penghargaan kepada siswa, sekaligus kepuasan hati Saya pribadi, maka tulisan mereka Saya bukukan (meski tanpa lisensi) untuk menambah koleksi perpustakaan sekolah yang relatif kurang. Dan kini, saya upayakan untuk saya share pada dunia bahwa SISWA SAYA PUN BISA!

Jika Anda ingin membaca karyanya, silakan kunjungi http://wiarwanti.blogspot.com/2012/11/karya-peserta-didik_20.html dengan label "Berdasarkan Film Tanah Surga Katanya" Saya tidak menjanjikan bahasa yang super-Indah, tetapi setidaknya ini adalah karya anak bangsa yang patut kita apresiasi sebagai bentuk seni, kreativitas, dan hasil motivasi serta KEMAUAN mereka belajar bahasa Indonesia.

Terakhir, Silakan kirim segala komentar untuk upaya kami ini ya.... Kritik yang paling pedas sekalipun sangat kami hargai untuk peningkatan belajar kami. Karena meskipun Saya adalah guru, Saya masih seorang pebelajar.

Edisi 30 Mei 2013