PENERAPAN KONSEP MULTIPLE INTELEGENSI (KECERDASAN MAJEMUK) DALAM PEMBELAJARAN SABAGAI UPAYA MENCERDASKAN BANGSA
KATA PENGANTAR
Salam semoga Allah swt. Enantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kia sekalian sehingga kita dapat menjalankan tugas
sebagai khalifah fil ard denga baik. Sholawat serta salam seantiasa
tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW. Yang kita nanti-natikan syafaatnya
fi yaumil kiyamah.
Tersusunnya makalah ini merupakan kumpulan dari hasil karya
kami guna memenuhi tugas, dimaksudkan sebagin karena yang disusun dalam
makalah ini merupakan materi-materi yang kami temukan baik
diperkuliahan, hasil-hasil diskusi dan seminar, internet serta selebaran media masa yang dianggap relevan.
Dalam Ilmu pendidikan, makalah ini menduduki posisi yang tak kalah
pentingnya dalam mentransformasikan Ulumuttarbiyah disamping materi yang
lain. Akan tetapi sering kali makalah tersebut akhirnya menjadi
“sampah” karena dianggap tidak memiliki nilai lebih sebagai bahan bacaan
diwaktu luang bahkan sebagai hiasan di rak buku sekalipun. Bertolak
dari kenyataa seperti itu akhirnya kami berusaha menumbuhkan kembali
makalah yang berjudul “URGENSI KOSEP MULTIPLE INTELEGENSI DALAM PEMBELAJARAN” dengan hormat yang lebih pantas sehingga tidak ada alasan lagi untuk meninggalkan dikeranjang sampah.
Meyakini bahwa manfaat dan tujuan hanya dapat dicapai dengan rahmat Allah SWT. Serta dengan usaha yang teratur, terncana dan penuh kebijaksanaan, akhirnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karenanya penyusun merasa dan menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan. Tetapi dengan membuka pintu kebesaran hati saran dan kritikan segala kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan untuk periode dimasa mendatang.
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh
anak-anak ataupun orang dewasa. Pendidikan menjadi salah satu modal bagi
seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam
kehidupannya. Mengingat akan pentingnya pendidikan, maka pemerintah pun
mencanangkan program wajib belajar 9 tahun, melakukan perubahan
kurikulum untuk mencoba mengakomodasi kebutuhan siswa. Kesadaran akan
pentingnya pendidikan bukan hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga
kalangan swasta yang mulai melirik dunia pendidikan dalam mengembangkan
usahanya. Sarana untuk memperoleh pendidikan yang disediakan oleh
pemerintah masih dirasakan sangat kurang dalam upaya memenuhi kebutuhan
masyarakat akan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Terlihat dengan semakin menjamurnya sekolah-sekolah swasta yang
dimulai dari Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi. Kendala bagi
dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah
masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir tradisional di dalam
menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya menekankan pada
kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada dengan
yang diungkapkan oleh Seto Mulyadi (2003), seorang praktisi pendidikan
anak, bahwa suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan kelas,
prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa.
Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat
kecerdasan anak didik yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.
Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua parameter tersebut, di
atas tetapi juga harus dilihat dari aspek kinetis, musical,
visual-spatial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis (Kompas, 6
Agustus 2003). Jenisjenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan
sebutan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences) yang diperkenalkan
oleh Howard Gardner padan tahun 1983. Gardner mengatakan bahwa kita
cenderung hanya menghargai orangorang yang memang ahli di dalam
kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kita harus memberikan
perhatian yang seimbang terhadap orangorang yang memiliki talenta (gift)
di dalam kecerdasan yang lainnya seperti artis, arsitek, musikus, ahli
alam, designer, penari, terapis, entrepreneurs, dan lain-lain.
Sangat disayangkan bahwa saat ini banyak anak-anak yang memiliki talenta
(gift), tidak mendapatkan reinforcement di sekolahnya. Banyak sekali
anak yang pada kenyataannya dianggap sebagai anak yang “Learning Disabled”
atau ADD (Attention Deficit Disorder), atau Underachiever, pada saat
pola pemikiran mereka yang unik tidak dapat diakomodasi oleh sekolah.
Pihak sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa.
Teori Multiple Intelligences yang menyatakan bahwa kecerdasan meliputi
delapan kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran
bahwa kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah
terbatas karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika) dan
bahasa (Gardner, 2003). Padahal setiap orang mempunyai cara yang unik
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya
dilihat dari nilai yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu
menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna
bagi orang lain.
Pola pemikiran tradisional yang menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan
bahasa memang sudah mengakar dengan kuat pada diri setiap guru di dalam
menjalankan proses belajar. Bahkan, dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Yayasan Insan Kancil (Kompas, 13 Oktober 2003), pendidikan Taman
Kanak-Kanak saat ini cenderung mengambil porsi Sekolah Dasar. Sekitar 99
persen, Taman Kanak-Kanak mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung.
Artinya, pendidikan Taman Kanak-Kanak telah menekankan pada kecerdasan
akademik, tanpa menyeimbanginya dengan kecerdasan lain. Hal ini berarti
pula bahwa sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh guru-guru masih
tetap mementingkan akan kemampuan logika (matematika) dan bahasa.
Menurut Moleong, dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), guru dan
orang tua hendaknya bersinergi dalam mengembangkan berbagai jenis
kecerdasan, terutama terhadap anak usia dini. Hal ini dimaksudkan agar
siswa tidak gagap dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). Anak-anak usia 0 – 8 tahun harus diperkenalkan dengan kecerdasan
jamak (Multiple Intelligences). Guru hendaknya tidak terjebak pada
kecerdasan logika semata.
Multiple Intelligences yang mencakup delapan kecerdasan itu pada
dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan
emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ). Semua jenis kecerdasan perlu
dirangsang pada diri anak sejak usia dini, mulai dari saat lahir hingga
awal memasuki sekolah (7 – 8 tahun). (Kompas, 13 Oktober 2003). Yang
menjadi pertanyaan terbesar, mampukah dan bersediakah setiap
insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mencoba untuk mengubah
pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan kemampuan logika
(matematika) dan bahasa? Bersediakah segenap tenaga kependidikan
bekerjasama dengan orang tua bersinergi untuk mengembangkan berbagai
jenis kecerdasan pada anak didik di dalam proses belajar yang
dilaksanakan di lingkungan lembaga pendidikan?
Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni :
Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang
membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk
memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat
dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita
untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Dengan
kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi
pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas.
Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang
cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang
kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses,
bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.
Prestasi seseorang ditentukan juga oleh tingkat kecerdasannya
(Inteligensi). Walaupun mereka memiliki dorongan yang kuat untuk
berprestasi dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk
meningkatkan prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak
memungkinkannya untuk mencapai keunggulan. Tingkat Kecerdasan Tingkat
kecerdasan (Intelegensi) bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan
(berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya) maupun oleh faktor
lingkungan (termasuk semua pengalaman dan pendidikan yang pernah
diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan
mempunyai dampak kuat terhadap kecersan seseorang). Secara umum
intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar.
3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Perumusan pertama melihat inteligensi sebagai kemampuan berpikir. Perumusan kedua sebagai kemampuan untuk belajar dan
perumusan ketiga sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Ketiga-tiganaya menunjukkan aspek yang berbeda dari intelegensi, namun
ketiga aspek tersebut saling berkhaitan. Keberhasilan dalam menyesuaikan
diri seseorang tergantung dari kemampuannya untuk berpikir dan belajar.
Sejauhmana seseorang dapat belajar dari pengalaman-pengalamannya akan
menentukan penyesuaian dirinya. Ungkapan-ungkapan pikiran, cara
berbicara, dan cara mengajukan pertanyaan, kemampuan memecahkan masalah, dan
sebagainya mencerminkan kecerdasan. Akan tetapi, diperlukan waktu lama
untuk dapat menyimpulkan kecerdasan seseorang berdasarkan pengamatan
perilakunya, dan cara demikian belum tentu tepat pula. Oleh karena itu,
para ahli telah menyusun bermacam-macam tes inteligensi yang
memungkinkan kita dalam waktu yang relatif cepat mengetahui tingkat
kecerdasan seseorang. Inteligensi seseorang biasanya dinyatakan dalam
suatu kosien inteligensi Intelligence Quotient(IQ).
Apakah hanya kecerdasan (yang diukur dengan tes intelegensi dan
menghasilkan IQ) yang menentukan keberbakatan seseorang ? barangkali
untuk bakat intelegtual masih tepat jika IQ menjadi kriteria (patokan)
utama, tetapi belum tentu untuk bakat seni, bakat kreatif-produktif, dan
bakat kepemimpinan. Memang dulu para ahli cenderung untuk
mengidentifikasi bakat intelektual berdasarkan tes intelegensi
semata-mata, dalam penelitian jangka panjangnya mengenai keberbakatan
menetapkan IQ 140 untuk membedakan antara yang berbakat dan tidak. Akan
tetapi, akhir-akhir ini para ahli makin menyadari bahwa keberbakatan
adalah sesuatu yang majemuk, artinya meliputi macam-macam ranah atau
aspek, tidak hanya kecerdasan.
Keberbakatan dan Anak Berbakat Renzulli, dkk.(1981) dari hasil-hasil
penelitiannya menarik kesimpulan bahwa yang menentukan keberbakatan
seseorang adalah pada hakekatnya tiga kelompok (cluster) ciri-ciri,
yaitu : kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri
(tangung jawab terhadap tugas). Seseorang yang berbakat adalah seseorang
yang memiliki ketiga ciri tersebut. Masing-masing ciri mempunyai peran
yang sama-sama menentukan. Seseorang dapat dikatakan mempunyai bakat
intelegtual, apabila ia mempunyai intelegensi tinggi atau kemampuan di
atas rata-rata dalam bidang intelektual yang antara lain mempunyai daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan
kemampuan memecahkan masalah). Akan tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi
belum menjamin keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan
gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau
sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara
unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya, adalah sama pentingnya. Demikian
juga berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas yang mendorong
seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan dan
menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia
telah mengikatnya diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
Adapun yang dimaksud dengan anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul dan
mampu memberikan prestasi yang tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program
pendidikan yang berdeferensiasi atau pelayanan yang di luar jangkauan
program sekolah biasa, agar dapat mewujudkan bakat-bakat mereka secara
optimal, baik bagi pengembangan diri maupun untuk dapat memberikan
sumbangan yang bermakna bagi kemajuan masyarakat dan negara. Bakat-bakat
tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi
:kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif,
kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial seperti bakat kepemimpinan. Keberbakatan itu meliputi bermacam-macam bidang, namun biasanya seseorang mempunyai bakat istimewa dalam salah satu bidang saja. Dan tidak pada semua bidang. Misalnya : Si A menonjol dalam matematika, tetapi tidak dalam bidang seni. Si B menunjukkan kemapuan memimpin, tetapi prestasi akademiknya tidak terlalu menonjol. Hal ini kadang-kadang dilupakan oleh pendidik. Mereka menganggap bahwa seseorang telah diidentifikasi sebagai berbakat harus menonjol dalam semua bidang.
Selanjutnya perumusan tersebut menekankan bahwa anak berbakat mampu
memberikan prestasi yang tinggi. Mampu belum tentu terwujud. Contoh Ada
anak-anak yang sudah dapat mewujudkan bakat mereka yang unggul, tetapi
ada pula yang belum. Bakat memerlukan pendidikan dalam latihan agar
dapat terampil dalam restasi yang unggul.
PEMBAHASAN
1. Konsep Multiple Intelegensi
Konsep Multiple Intelegensi (MI), menurut Gardner (1983) dalam
bukunya Frame of Mind: The Theory of Multiple intelegences, ada delapan
jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu yaitu linguistik,
matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal,
intrapersonal, dan naturalis. Melalui delapan jenis kecerdasan ini,
setiap individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam dirinya.
Karena itu Amstrong (2002) menyebutkan, kecerdasan tersebut merupakan
modalitas untuk melejitkan kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka
sebagai sang juara, karena pada dasarnya setiap anak cerdas. Sebelum
menerapkan MI sebagai suatu strategi dalam pengembangan potensi
seseorang, perlu kita kenali atau pahami ciri-ciri yang dimiliki
seseorang.
1.
Kecerdasan Linguistik,
umumnya memiliki ciri
antara lain (a) suka menulis kreatif, (b) suka mengarang kisah khayal
atau menceritakan lelucon, (c) sangat hafal nama, tempat, tanggal atau
hal-hal kecil, (d) membaca di waktu senggang, (e) mengeja kata dengan
tepat dan mudah, (f) suka mengisi teka-teki silang, (f) menikmati dengan
cara mendengarkan, (g) unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca,
menulis dan berkomunikasi).
2.
Kecerdasan Matematika-Logis,
cirinya antara
lain: (a) menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar kepala, (b)
suka mengajukan pertanyaan yang sifatnya analisis, misalnya mengapa
hujan turun?, (c) ahli dalam permainan catur, halma dsb, (d) mampu
menjelaskan masalah secara logis, (d) suka merancang eksperimen untuk
membuktikan sesuatu, (e) menghabiskan waktu dengan permainan logika
seperti teka-teki, berprestasi dalam Matematika dan IPA.
3.
Kecerdasan Spasial
dicirikan antara lain: (a)
memberikan gambaran visual yang jelas ketika menjelaskan sesuatu, (b)
mudah membaca peta atau diagram, (c) menggambar sosok orang atau benda
persis aslinya, (d) senang melihat film, slide, foto, atau karya seni
lainnya, (e) sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau
sejenisnya, (f) suka melamun dan berfantasi, (g) mencoret-coret di atas
kertas atau buku tugas sekolah, (h) lebih memahamai informasi lewat
gambar daripada kata-kata atau uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran
seni.
4.
Kecerdasan Kinestetik-Jasmani,
memiliki ciri:
(a) banyak bergerak ketika duduk atau mendengarkan sesuatu, (b) aktif
dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, hiking atau
skateboard, (c) perlu menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya, (d)
menikmati kegiatan melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik lainnya,
(e) memperlihatkan keterampilan dalam bidang kerajinan tangan seperti
mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai menirukan gerakan, kebiasaan
atau prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik terhadap jawaban
masalah yang dihadapinya, (h) suka membongkar berbagai benda kemudian
menyusunnya lagi, (i) berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan yang bersifat kompetitif.
5.
Kecerdasan Musikal
memiliki ciri antara lain: (a)
suka memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, (b) mudah mengingat
melodi suatu lagu, (c) lebih bisa belajar dengan iringan musik, (d)
bernyanyi atau bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain, (e)
mudah mengikuti irama musik, (f) mempunyai suara bagus untuk bernyanyi,
(g) berprestasi bagus dalam mata pelajaran musik.
6.
Kecerdasan Interpersonal
memiliki ciri antara
lain: (a) mempunyai banyak teman, (b) suka bersosialisasi di sekolah
atau di lingkungan tempat tinggalnya, (c) banyak terlibat dalam kegiatan
kelompok di luar jam sekolah, (d) berperan sebagai penengah ketika
terjadi konflik antartemannya, (e) berempati besar terhadap perasaan
atau penderitaan orang lain, (f) sangat menikmati pekerjaan mengajari
orang lain, (g) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam mata pelajaran ilmu sosial.
7.
Kecerdasan Intrapersonal
memiliki ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap independen dan
kemauan kuat, (b) bekerja atau belajar dengan baik seorang diri, (c)
memiliki rasa percaya diri yang tinggi, (d) banyak belajar dari
kesalahan masa lalu, (e) berpikir fokus dan terarah pada pencapaian tujuan, (f) banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.
8.
Kecerdasan Naturalis,
memiliki ciri antara lain: (a) suka dan
akrab pada berbagai hewan peliharaan, (b) sangat menikmati
berjalan-jalan di alam terbuka, (c) suka berkebun atau dekat dengan
taman dan memelihara binatang, (d) menghabiskan waktu di dekat akuarium
atau sistem kehidupan alam, (e) suka membawa pulang serangga, daun bunga
atau benda alam lainnya, (f) berprestasi dalam mata pelajaran IPA,
Biologi, dan lingkungan hidup.
Keunikan yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam upaya
mengelola informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak manusia.
Tetapi pada saat mengeluarkannya, ke delapan jenis kecerdasan itu
bekerjasama untuk menghasilkan informasi sesuai yang dibutuhkan.
2. Mendidik Anak Cerdas Dan berbakat
Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama
untuk kesuksesan masa depan anak. Apa itu kecerdasan majemuk ? Sebagai
orang tua masa kini, kita sering kali menekankan agar anak berprestasi
secara akademik di sekolah. Kita ingin mereka menjadi juara dengan
harapan ketika dewasa mereka bisa memasuki perguruan tinggi yang
bergengsi. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di
sekolah adalah kunci utama untuk kesuksesan hidup di masa depan. Pada
kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa sangat sedikit
orang-orang yang sukses di dunia ini yang menjadi juara di masa sekolah.
Bill Gates (pemilik Microsoft), Tiger Wood (pemain golf) adalah
beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah
tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya. Kemudian di sinilah muncul pertanyaan sebagai berikut :
Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk meramalkan
sukses seorang anak di masa depan, lalu apa ? Apa yang harus dilakukan
orang tua supaya anak-anak mempunyai persiapan cukup untuk masa depanya ?
Kemudian jawabannya adalah :
Prestasi dalam kecerdasan majemuk (multiple Intelligence) dan bukan hanya
prestasi akademik. Kecerdasan majemuk Kemungkinan anak untuk meraih
sukses menjadi sangat besar jika anak dilatih untuk meningkatkan kecerdannya
yang majemuk itu. Membangun seluruh kecerdasan anak adalah ibarat
membangun sebuah tenda yang mempunyai beberapa tongkat sebagai
penyangganya. Semakin sama tinggi tongkat-tongkat penyangganya, semakin
kokoh pulalah tenda itu berdiri. Untuk menjadi sungguh-sungguh cerdas
berarti memiliki skor yang tinggi pada seluruh kecerdasan majemuk
tersebut.
Walaupun sangat jarang seseorang memiliki kecerdasan yang
tinggi di semua bidang, biasanya orang yang benar-benar sukses memiliki
kombinasi 4 atau 5 kecerdasan yang menonjol. Albert Einstein, beliau
sangat terkenal jenius di bidang sains, ternyata juga sangat cerdas dalam bermain biola dan matematika. Demikian pula Leonardo Da Vinci yang memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam bidang olah tubuh, seni arsitektur, matematika, dan
fisika. Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik saja tidak cukup
lagi seseorang untuk mengembangkan kecerdasannya secara maksimal. Justru
peran orang tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang
mendukung jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan
seorang anak. Jadi untuk menjamin anak yang berhasil, kita tidak bisa
menggantungkan pada sukses sekolah semata. Kedua orang tua harus
berusaha sebaik mungkin untuk menentukan dan mengembangkan sebanyak mungkin kecerdasan yang memiliki oleh masing-masing anak.
3. Sukses Dan Kecerdasan
Kecerdasan memang bukan satu-satunya elemen sukses. John Wareham
(1992), mengatakan ada 10 (sepuluh) unsur pokok untuk menjadi eksekutif
yang sukses yaitu :
1.
Kemampuan menampilkan pesona diri yang tepat
2.
Kemampuan mengelola energi diri yang baik
3.
Kejelasan dan kesehatan sistem nilai pribadi dan kontrak-kontrak batin
4.
Kejelasan sasaran-sasaran hidup yang tersurat maupun yang tersirat
5.
Kecerdasan yang memadai (dalam arti penalaran)
6.
Adanya kebiasaan kerja yang baik
7.
Keterampilan antar manusia yang baik
8.
Kemampuan adaptasi dan kedewasaan emosional
9.
Pola kepribadian yang tepat dengan tuntutan pekerjaan
10.
Kesesuaian tahap dan arah kehidupan dengan espektasi gaya hidup.
Dale Carnegie (1889-1955), bahkan tidak menyebutkan kecerdasan secara
eksplisit (dalam pengertian umum) sebagai elemen keberhasilan.Beliau
mengatakan bahwa untuk berhasil dibutuhkan 10 (sepuluh Kualitas) yaitu :
1.
Rasa percaya diri yang berlandaskan konsep diri yang sehat,
2.
Keterampilan berkomunikasi yang baik,
3.
Keterampilan antar manusia yang baik,
4.
Kemampuan memimpin diri sendiri dan orang lain,
5.
Sikap positip terhadap orang, kerja dan diri sendiri,
6.
Keterampilan menjual ide dan gagasan,
7.
Kemampuan mengingat yang baik,
8.
kemampuan mengatasi masalah, stres dan kekuatiran,
9.
Antusiasme yang menyala-nyala, dan
10.
Wawasan hidup yang luas.
Jadi jelaslah bahwa kecerdasan, yang biasanya diukur dengan skala IQ,
memang bukan elemen tunggal atau tiket menuju sukses. John Wareham,
menyimpulkan hal di atas sesudah ia mewawancarai puluhan ribu calon
eksekutif dan mensuplai ribuan eksekutif ke banyak perusahaan, dalam
peranannya sebagai ” head Hunter ”. Begitu juga Dale Carnegie tiba pada
kesimpulannya sesudah ia mewawancarai banyak tokoh sukses kontemporer
pada jamannya dan sesudah membaca ribuan biografi dan otobiografi orang-orang sukses dari segala macam lapangan kehidupan.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga
masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan
dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa
kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita
secara efektif dan efisien. Kecerdasan merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan
kesadaran. Tingkat kecerdasan (Intelegensi) ditentukan oleh bakat bawaan
berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya. Secara umum
intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar
3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Ciri-ciri keberbakatan seseorang adalah, kemampuan di atas rata-rata,
kreativitas, pengikatan diri.
Anak berbakat adalah mereka yang karena
memiliki kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang
tinggi. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah
terwujud meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir
kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan
psikomotor, kemampuan psikososial. Mengembangkan kecerdasan majemuk anak
merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak. Peran orang tua
dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak.
2. Saran
Pemerintah atau oknum pendidikan pada ukumnya hendaknya
mengadakan seminar tentang kecerdasan oleh para pakar sehingga dapat
memotivasi baik orangtua maupun guru dalam memberikan bimbingan kepada
anaknya. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di
sekolah adalah kunci utama untuk kesuksesan hidup di masa depan. Maka
perlu adanya pembinaan para guru agar bisa mencerdaskan siswa terutama pendidikan yang ada di lingkungan sekolah.
(Repost: http://imambadruddin.wordpress.com/2009/11/23/penerapan-konsep-multiple-intelegensi-kecerdasan-majemuk-dalam-pembelajaran-sabagai-upaya-mencerdaskan-bangsa/)