DEFINISI
PARAGRAF
Paragraf atau alinea adalah satuan
bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Di
surat kabar sering kita temukan paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat
saja. Paragraf semacam itu merupakan paragraf yang tidak dikembangkan. Dalam
karangan yang bersifat ilmiah, paragraf semacam itu jarang kita jumpai.
Dalam penggabungan
beberapa kalimat menjadi sebuah paragraf, diperlukan adanya kesatuan dan
kepaduan. Yang dimaksud kesatuan adalah keseluruhan kalimat dalam paragraf itu
membicarakan satu gagasan saja. Yang dimaksud kepaduan adalah keseluruhan
kalimat dalam paragraf itu secara kompak atau saling berkaitan mendukung satu
gagasan itu.
SYARAT
PARAGRAF
Paragraf yang efektif memenuhi dua
syarat, yaitu: (1) adanya kesatuan makna (koherensi), (2) adanya kesatuan
bentuk (kohesi), dan hanya memiliki satu pikiran utama.
1. Kesatuan
Makna (Koherensi)
Sebuah
paragraf dikatakan mengandung kesatuan makna jika seluruh kalimat dalam
paragraf itu hanya membicarakan satu ide pokok, satu topik, atau satu masalah
saja. Jika dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah
yang sedang dibicarakan, berarti dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu
ide atau masalah.
Perhatikan paragraf di bawah ini:
“Sekitar 60 hektare
tanaman padi di Desa Wates, Kecamatan Undaan, dan di Kecamatan Mejobo,
Kabupaten Kudus, serta sekitar 100 hektare di Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati,
Jawa Tengah, diserang hama keong mas. Agar serangan keong mas tidak meluas,
Kepala Bidang Pertanian Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Kudus Budi
Santoso dan Kepala Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Pati Pujo Winarno,
Selasa (18/4), meminta agar petani melakukan antisipasi lebih dini. Pujo
Winarno, (di depan) petani di Desa Baleadi, Kecamatan Sukolilo, menyatakan ada
sejumlah peternak mau membeli keong mas untuk dijadikan pakan itik.” (“Kilasan
Daerah”. Kompas, 19 April 2006, hal.
24.)
Jika paragraf di atas
kita cermati, nyatalah bahwa paragraf di atas membicarakan satu topik saja,
yaitu serangan keong mas. Kalimat pertama membicarakan serangan keong mas pada
tanaman padi di tiga kecamatan dalam dua daerah kabupaten di Jawa Tengah.
Kalimat kedua membicarakan langkah pencegahan peluasan serangan hama keong mas.
Kalimat ketiga membicarakan adanya peternak yang mau membeli keong mas.
2. Kesatuan Bentuk (Kohesi)
Kesatuan
bentuk paragraf atau kohensi terwujud jika aliran kalimat berjalan mulus,
lancar, dan logis. Koherensi itu dapat dibentuk dengan cara repetisi,
penggunaan kata ganti, penggunaan kata sambung atau frasa penghubung antarkalimat.
Perhatikan sekali lagi paragraf di bawah ini:
“Sampah yang setiap
hari kita buang sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sampah
organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk.
Contohnya, sisa makanan dan daun-daunan yang umumnya basah. Sampah anorganik
adalah sampah yang sulit atau tidak dapat membusuk. Contohnya plastik, kaca,
kain, karet, dan lain-lain.”
Pengulangan atau
repetisi kata kunci sampah, sampah organik, dan sampah anorganik membuat
kalimat-kalimat dalam paragraf itu jalin-menjalin menjadi satu kesatuan
paragraf yang padu. Penggunaan kata ganti -nya
yang mengacu kepada sampah organik dan sampah anorganik selain menjalin
kepaduan juga membuat variasi penggunaan kata untuk menghindari kebosanan
pembacanya (Bandingkan jika kata ganti -nya
dikembalikan ke kata acuannya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik).
Dalam penggunaan repetisi nama orang
hendaknya dibuatkan variasinya dengan kata ganti, frasa, atau idiom yang
merujuk ke pengertian yang sama untuk menghilangkan pembacanya.
Perhatikan contoh penggunaan repetisi yang variatif
dalam paragraf berikut ini:
“Salah satu presiden
yang unik dan nyentrik di dunia ini adalah Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus
Dur. Beliau dapat terpilih menjadi presiden walaupun mempunyai penglihatan yang
tidak sempurna, bahkan dapat dikatakan nyaris buta. Presiden ke-4 Republik
Indonesia ini di awal masa jabatannya terlalu sering melakukan kunjungan ke
luar negeri sehingga mengundang kritik pedas terutama dari lawan politiknya.
Kiai dari Jawa Timur tersebut juga sering mengeluarkan pernyataan yang
kontroversial dan inkonsisten. Akibatnya, dia sering diminta untuk mengundurkan
diri dari jabatannya. Namun, mantan ketua PBNU itu tetap pada prinsipnya dan
tidak bergeming menghadapi semua itu.” (Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Jakarta: Insan Mulia, 2005), h. 154.)
Dalam paragraf di
atas, Presiden Abdurrahman Wahid digantikan dengan Gus Dur; Presiden ke-4
Republik Indonesia; Kiai dari Jawa Timur; dia; mantan ketua PBNU. Selain
penggunaan kata ganti -nya, dalam
paragraf di atas digunakan kata sambung bahkan
dan kata penghubung antarkalimat akibatnya
dan namun.
3.
Hanya Memiliki Satu Pikiran Utama
Paragraf yang baik harus hanya memiliki
satu pikiran utama atau gagasan pokok. Jika dalam satu paragraf terdapat dua
atau lebih pikiran utama, paragraf tersebut tidak efektif. Paragraf tersebut
harus dipecah agar tetap memiliki satu pikiran utama saja. Satu pikiran utama
itu didukung oleh pikiran-pikran penjelas. Pikiran-pikiran penjelas ini
lazimnya terwujud dalam bentuk kalimat-kalimat penjelas yang tentu harus selalu
mengacu pada pikiran utama.
JENIS
PARAGRAF
Beberapa penulis seperti Sabarti
Akhadiah, Gorys Keraf, Soedjito, dan lain-lain membagi paragraf menjadi tiga
jenis. Kriteria yang mereka gunakan adalah sifat dan tujuan paragraf tersebut.
Namun, karena pembicaraan tentang letak kalimat utama juga memberikan nama
tersendiri bagi setiap paragraf, penulis cenderung menjadikan letak kalimat utama sebagai salah satu
penjenisan paragraf. Berdasarkan hal tersebut, jenis paragraf dibedakan sebagai
berikut.
1.
Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
Gorys
Keraf (1980: 63-66) memberikan penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan
sifat dan tujuannya sebagai berikut.
a.
Paragraf Pembuka
Tiap
jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan
itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Sebab itu sifat
dari paragraf semacam itu harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta
sanggup menyiapkan pikiran pembaca terhadap apa yang sedang diuraikan. Paragraf
yang pendek jauh lebih baik, karena paragraf-paragraf yang panjang hanya akan
menimbulkan kebosanan pembaca.
b.
Paragraf Penghubung
Paragraf
penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan
paragraf penutup.
Inti
persoalan yang akan dikemukakan penulis terdapat dalam paragraf ini. Penulis
harus memperhatikan cara membentuk paragraf penghubung supaya hubungan antara
satu paragraf dengan paragraf yang lainnya teratur dan disusun secara logis.
Sifat
paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam
karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, dan eksposisi,
paragraf-paragraf itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis.
Bila uraian itu mengandung pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf
disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada
paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.
c.
Paragraf Penutup
Paragraf
penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian
karangan. Dengan kata lain paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa
yang telah diuraikan dalam paragraf penghubung.
Apa
pun yang menjadi topik atau tema dari sebuah karangan haruslah tetap diperhatikan
agar paragraf penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak terlalu pendek.
Hal yang paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu
kesimpulan yang bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat
menimbulkan kesan kepada pembacanya.
2.
Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Letak kalimat utama juga turut
menentukan jenis paragraf, dari dasar tersebut penulis menetapkan letak kalimat utama dalam paragraf
sebagai salah satu kriteria penjenisan paragraf. Penjenisan paragraf
berdasarkan letak kalimat utama ini
berpijak pada pendapat Sirai, dkk (1985: 70-71) yang mengemukakan empat cara
meletakkan kalimat utama dalam paragraf.
a.
Paragraf Deduktif
Paragraf
dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian
diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat
utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari
yang umum ke yang khusus.
Dengan
cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, memungkinkan gagasan pokok
tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut
dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.
Contoh:
Pemakaian bahasa Indonesia di seluruh Indonesia dewasa ini belum dapat dikatakan
seragam.
Perbedaan dalam struktur kalimat, lagu kalimat, dan ucapan terlihat dengan
mudah. Pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan sering dikalahkan
oleh bahasa daerah. Di lingkungan persuratkabaran, radio, dan televisi sudah
terjaga dengan baik. Para pemuka kita pun pada umumnya belum memperlihatkan
penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Fakta-fakta di atas
menunjukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia perlu ditingkatkan.
Gagasan
utama paragraf tersebut terdapat di awal paragraf (deduktif), yaitu pemakaian
bahasa Indonesia di seluruh Indonesia belum seragam.
b.
Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai
dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian
ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir
induktif, dari hal-hal yang khusus ke
hal yang umum.
Contoh:
Lebaran masih
seminggu lagi, tetapi harga sembako seperti beras, gula, minyak, tepung, telur,
dan lain-lain telah naik secara signifikan. Makanan yang biasanya dikonsumsi
dalam merayakan Lebaran seperti roti, sirup, dan lain-lain melonjak harganya.
Bahan pakaian dan pakaian jadi untuk berlebaran, seperti busana muslimah, baju
koko, kopiah, kerudung, sajadah, dan sejenisnya pun tidak ketinggalan dari
kenaikan harga yang cukup tinggi. Kenaikan
harga barang-barang selalu terjadi menjelang Lebaran pada setiap tahun.
Gagasan
utama paragraf tersebut terdapat di akhir paragraf (induktif), yaitu kenaikan
harga barang-barang selalu terjadi menjelang Lebaran pada setiap tahun.
c.
Paragraf Gabungan atau Campuran
Pada paragraf ini
kalimat utama ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini
kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan
ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok karena penulis merasa perlu
melakukannya. Jadi, pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu
pikiran utama, bukan dua.
Contoh:
Buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Bagaimana orang bisa mengetahui ilmu
dari berbagai belahan dunia. Dari buku pula kita bisa menambah pengetahuan
maupun pengalaman. Jelaslah bahwa buku
sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Gagasan
utama paragraf tersebut terdapat di awal paragraf, yaitu buku merupakan
sarana utama dalam mencari ilmu. Sedangkan penegasan ide pokoknya terdapat
dalam akhir kalimat, yaitu jelaslah bahwa buku sangat berpengaruh dalam
kehidupan manusia.
d.
Paragraf Tanpa Kalimat Utama
Paragraf ini tidak
mempunyai kalimat utama. Berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang
membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan
berbentuk narasi atau deskripsi.
Contoh:
Enam puluh tahun yang
lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang
menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam-hitaman dengan
disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di pelbagai dusun Siberi Tengah.
Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk Desa Vanovara melihat benda
itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul
ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih
dari 1000 km jauhnya. (Intisari, Feb.
1996 dalam Keraf, 1980: 74)
Sukar
sekali untuk mencari sebuah kalimat utama dalam paragraf di atas, karena
seluruh paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat yang lebih
penting dari yang lain. Semuanya sama penting dan bersama-sama membentuk
kesatuan dari paragraf tersebut.
Paragraf
tanpa kalimat utama disebut juga paragraf naratif atau paragraf deskriptif,
yang merupakan salah satu jenis paragraf.
3.
Jenis Paragraf Berdasarkan Isi
a.
Narasi
Narasi
atau cerita adalah jenis karangan yang menceritakan suatu pokok persoalan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam narasi adalah:
1) Biasanya
cerita disampaikan secara kronologis.
2) Mengandung
plot atau rangkaian peristiwa.
3)
Ada tokoh yang menceritakan, baik
manusia maupun bukan.
Contoh:
Tepat pukul 16.30
perhitungan suara pilkades di empat tempat pemungutan suara selesai. Berita
acara pun segera dibuat dan ditandatangani Pak Camat yang mengumumkan hasilnya.
Teten yang bertanda gambar padi mendapat 782 suara, Sugiono dengan tanda gambar
ketela 324 suara, dan Paidi yang bertanda gambar jagung 316 suara. Suara tidak
sah ada 33 lembar.
b.
Deskripsi
Diskripsi
adalah jenis karangan yang dibuat untuk menyampaikan gambaran secara objektif
suatu keadaan sehingga pembaca memiliki pemahaman yang sama dengan informasi
yang disampaikan.
Ciri-ciri
diskripsi adalah:
1) Bersifat
informatif.
2) Pembaca
diajak menikmati sesuatu yang ditulis.
3) Susunan
peristiwa tidak dianggap penting.
Contoh:
Pagi hari itu aku
duduk di bangku yang panjang di taman belakang rumah. Matahari belum tinggi,
baru sepenggalah. Sinar matahari pagi menghangatkan badan. Di depanku
bermekaran bunga beraneka warna. Angin pegunungan membelai wajah, membawa bau
harum bunga. Kuhirup hawa pagi yang segar sepuas-puasnya. Badan menjadi nyaman
dan hilanglah lelah selama sehari kemarin.
c.
Eksposisi
Eksposisi
adalah karangan yang dibuat untuk menerangkan suatu pokok persoalan yang dapat
memperluas wawasan pembaca. Untuk mempertegas masalah yang disampaikan biasanya
dilengkapi dengan gambar, data, dan statistik.
Contoh:
Pertumbuhan ekonomi
Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini mencapai rata-rata 7-8% per tahun.
Dengan demikian, pendapatan per kapita penduduk Indonesia mencapai beberapa
kali lipat. Selain itu berdasarkan data Biro Pusat Statistik, jumlah penduduk
yang dikategorikan miskin juga banyak berkurang.
Eksposisi atau paparan merupakan bentuk
karangan yang memaparkan, menjelaskan, menguraikan, atau memerikan ide,
gagasan, atau pendapat penulis dengan tujuan untuk memperluas wawasan
pengetahuan pembaca. Eksposisi adalah suatu karangan yang bertujuan memberikan
penjelasan atau informasi kepada pembaca tentang suatu hal. Oleh karena itu,
karangan eksposisi disebut juga karangan informatif.
Pada karangan eksposisi, informasi yang
dikemukakan dimaksudkan sebagai penjelasan gagasan penulis tentang suatu
hal/objek. Karangan eksposisi bertujuan agar pembaca memperoleh informasi atau
keterangan yang sejelas-jelasnya tentang objek tersebut. Dengan demikian,
tujuan utama karangan eksposisi adalah memberitahu, mengupas, menguraikan, atau
menerangkan sesuatu. Titik perhatian lebih mengarah pada kecerdasan atau akal,
bukan perasaan atau emosi pembaca. Yang harus selalu diingat adalah bahwa
karangan eksposisi sama sekali tidak mendesak atau memaksa orang lain untuk
menerima pandangan atau pendirian tertentu, tetapi semata-mata memberikan
informasi. Umumnya menjawab pertanyaan apa,
kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana.
Untuk memaparkan hal yang dikemukakan,
tidak jarang karangan eksposisi menggunakan contoh, grafik, tabel, serta
berbagai bentuk fakta dan data lainnya.
Antara lain contoh eksposisi adalah artikel
di surat kabar, petunjuk dalam label atau kemasan barang, buku cara beternak
belut, cara mengembangbiakkan adenium, dll.
Berbagai Macam Pola
Pengembangan Paragraf Eksposisi:
1)
Pola
Pengembangan Proses
Proses merupakan suatu urutan dari
tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan untuk menciptakan sesuatu dari suatu
kejadian atau peristiwa. Pada pola pengembangan proses, penulis menjelaskan
tiap urutan ke dalam detail-detail yang tegas sehingga pembaca dapat melihat seluruh
proses itu dengan jelas. Misalnya, bagaimana sebuah mesin bekerja? Bagaimana
cara membuat brem? Jawaban atas pertanyaan tersebut mengacu pada suatu proses.
Kata penghubung yang
biasa digunakan pada pola pengembangan proses adalah mula-mula, lalu, kemudian, setelah itu, dan
sebagainya.
Contoh:
Pohon anggur, di samping buahnya yang digunakan
untuk pembuatan minuman, daunnya pun dapat digunakan sebagai bahan untuk
pembersih wajah. Caranya, ambillah daun anggur secukupnya. Lalu, tumbuk sampai
halus. Masaklah hasil tumbukan itu dengan air secukupnya dan tunggu sampai
mendidih. Setelah itu, ramuan tersebut kita dinginkan dan setelah dingin baru
kita gunakan untuk membersihkan wajah. Insya Allah, kulit wajah kita
akan kelihatan bersih dan berseri-seri.
2)
Pola
Pengembangan Definisi
Pada pola pengembangan definisi,
paragraf dikembangkan dengan memberikan keterangan atau arti terhadap sebuah
istilah atau hal. Di sini kita tidak menghadapi hanya suatu kalimat, tetapi
suatu rangkaian kalimat untuk menjelaskan suatu hal.
Contoh:
Ozone therapy adalah pengobatan suatu penyakit dengan cara
memasukkan oksigen murni dan ozon berenergi tinggi ke dalam tubuh melalui
darah. Ozone therapy merupakan terapi yang sangat bermanfaat bagi
kesehatan, baik untuk menyembuhkan penyakit yang kita derita maupun sebagai
pencegah penyakit.
3)
Pola
Pengembangan Contoh/Ilustrasi
Sebuah gagasan yang terlalu umum
memerlukan ilustrasi/contoh yang konkret. Dalam eksposisi, contoh-contoh
tersebut tidak berfungsi untuk membuktikan suatu pendapat, tetapi contoh-contoh
tersebut dipakai untuk menjelaskan dan menegaskan ide, gagasan, dan maksud
penulis. Dalam hal ini pengalaman pribadi merupakan bahan ilustrasi/contoh yang
paling efektif dalam menjelaskan gagasan-gagasan umum tersebut.
Kata penghubung yang biasa
digunakan pada pola pengembangan contoh/ilustrasi adalah misalnya, seperti, contoh, dan
sebagainya.
Contoh:
Sebenarnya, kondisi ekonomi kita sudah relatif
membaik. Indikatornya dapat dilihat dari berbagai aspek. Misalnya, dalam bidang
otomotif. Setiap hari kita temukan aneka kendaraan melintas di jalan raya.
Sepeda motor baru, mobil pun baru. Ini menandakan bahwa taraf hidup masyarakat
mulai membaik. Indikator lain seperti daya beli masyarakat akan kebutuhan
sandang, pangan, dan papan. Dalam bidang papan, misalnya, banyak warga
masyarakat yang membangun tempat tinggal yang permanen.
4)
Pola
Pengembangan Perbandingan
Paragraf dikembangkan dengan
menggunakan dua sudut pandang perbandingan secara berpasangan, misalnya unsur
kesamaan dan perbedaan, keuntungan dan kerugian, atau kelebihan dan kekurangan.
Kalimat utama dalam paragraf perbandingan menyatakan dua hal yang akan
dibandingkan. Maksud dari perbandingan itu antara lain untuk menunjukkan penilaian
yang relatif mengenai kedua hal yang dibandingkan itu.
Kata penghubung yang
biasa digunakan pada pola pengembangan perbandingan adalah dibandingkan dengan, jika dibandingkan
dengan, daripada, dan sebagainya.
Contoh:
Tema lagu anak-anak zaman dulu lebih bervariasi dan
mengandung pesan-pesan pendidikan yang bermanfaat bagi perkembangan
mental-psikologis anak jika dibandingkan dengan lagu anak-anak masa kini.
Anak-anak zaman dulu telah belajar tentang kebesaran Tuhan (“Pelangi”), alam
sekitar (“Lihat Kebunku”), kasih sayang (“Oh, Ibu dan Ayah”), transportasi (“Tamasya”),
dan pendidikan (“Lihatlah Kawan”) melalui lagu-lagu tersebut. Lagu tersebut
mampu mendatangkan kegembiraan juga memperluas wawasan pengetahuan anak-anak.
Dibandingkan dengan lagu-lagu lama, lagu anak-anak zaman sekarang kurang
memiliki variasi tema. Lagu-lagu tersebut kurang memperhatikan nilai yang ingin
ditanamkan pada diri anak dan lebih memperhatikan kebutuhan pasar. Jadi,
temanya bersifat temporer karena mengikuti perubahan selera pasar. Unsur
kesamaan yang masih ditemukan dalam kedua kelompok lagu ini ialah para pencipta
lagu masih berusaha menciptakan irama yang gembira dan ritme yang sederhana
seperti halnya kehidupan anak-anak.
5)
Pola
Pengembangan Pertentangan/Kontras
Berbeda dengan pola perbandingan, pola
pertentangan hanya mempertentangkan atau menyatakan perbedaan dari dua hal yang
dibandingkan. Kalimat utama menjelaskan inti perbedaan yang dilihat dari sudut
pandang tertentu, misalnya fungsi, ciri, ukuran fisik, dan sebagainya.
Kata penghubung yang
biasa digunakan pada pola pengembangan pertentangan/kontras adalah berbeda, berbeda dengan, akan tetapi, tetapi,
namun, padahal, sebaliknya, dan sebagainya.
Contoh:
Tugas seorang konduktor pada pergelaran orkestra di
negara-negara barat berbeda dengan kebanyakan konduktor pergelaran orkestra di
Indonesia. Konduktor pergelaran orkestra di negara barat bertanggung jawab penuh
pada kualitas musik orkestra yang ditampilkan. Syarat utama menjadi konduktor
tentu secara musikal harus memiliki wawasan yang luas dan mendalam, baik secara
teoretis maupun praktis. Berbeda dengan konduktor negara barat, menurut
penuturan Widya Kristanti, seperti halnya dirinya, di Indonesia konduktor untuk
orkestra, khusunya yang bersifat populer, umumnya tidak mempunyai latar
belakang akademis. Bahkan lebih dari itu, kebanyakan konduktor tersebut masih
bekerja rangkap sebagai music director (pimpinan pergelaran
musik) dan masih terkait dengan masalah-masalah prapoduksi dan produksi
pergelaran musik itu sendiri.
6)
Pola
Pengembangan Analogi
Pola analogi merupakan perbandingan
yang sistematis dari dua hal yang berbeda tetapi dengan memperlihatkan kesamaan
segi atau fungsi dari kedua hal yang dibandingkan itu. Jika dalam pola
perbandingan berusaha menunjukkan kesamaan antara dua hal dalam kelas yang
sama, pola analogi berusaha menunjukkan kesamaan antara dua hal yang berlainan
kelas.
Kata penghubung yang digunakan dalam
pola pengembangan analogi sama dengan pada pola pengembangan perbandingan.
Contoh:
Struktur suatu karangan atau buku pada hakikatnya
mirip atau sama dengan pohon. Bila pohon dapat diuraikan menjadi batang, dahan,
ranting, dan daun, maka karangan atau buku dapat diuraikan menjadi tubuh
karangan, bab, subbab, dan paragraf. Tubuh karangan sebanding dengan batang,
bab sebanding dengan dahan, subbab sebanding dengan ranting, dan paragraf
sebanding dengan daun.
7) Pola Pengembangan Umum-Khusus atau
Khusus-Umum
Pola pengembangan umum-khusus berarti
memaparkan suatu permasalahan bertolak dari suatu pernyataan yang bersifat umum
kemudian berangsur-angsur menyempit ke hal-hal yang bersifat khusus. Hal atau
pernyataan yang bersifat umum berkedudukan sebagai pokok informasi (pikiran
utama), sedangkan hal yang bersifat khusus berkedudukan sebagai informasi
tambahan (pikiran penjelas). Apabila pola ini dibalik, yaitu memaparkan hal-hal
yang bersifat khusus kemudian memuncak pada hal yang bersifat umum, pola pengembangannya
bergeser menjadi khusus-umum.
Contoh:
Sifat konflik di negeri ini sudah mulai bergeser
dari vertikal ke horizontal. Semula konflik vertikal, yaitu konflik antara
rakyat setempat dan pemerintah pusat, hanya terjadi di daerah-daerah tertentu
yang secara historis memang memiliki potensi konflik seperti Aceh dan Papua.
Kini konfliknya berubah sifat menjadi horizontal, yaitu antara sesama warga
masyarakat. Konflik horizontal ini umumnya dipicu oleh suatu isu tertentu yang
entah dihembuskan oleh siapa, kemudian isu tersebut direspons oleh warga
masyarakat. Terjadilah pro dan kontra di kalangan warga. Kondisi seperti ini
dimanfaatkan dengan sangat baik oleh mereka yang kita kenal sebagai provokator.
8) Pola Pengembangan Klasifikasi
Klasifikasi adalah sebuah proses untuk
mengelompokkan hal-hal atau sesuatu yang dianggap memiliki kesamaan tertentu.
Paragraf klasifikasi dikembangkan berdasarkan suatu kategori umum kemudian
diikuti dengan penjelasan anggotanya. Pola pengembangan klasifikasi pada
dasarnya hanya menyebutkan sejumlah kategori menurut sudut pandang tertentu.
Contoh:
Pemerintah akan memberikan bantuan pembangunan
rumah atau bangunan kepada korban gempa. Bantuan pembangunan rumah tersebut
disesuaikan dengan tingkat kerusakannya. Warga yang rumahnya rusak ringan
mendapat bantuan sekitar 10 juta. Warga yang rumahnya rusak sedang mendapat
bantuan sekitar 20 juta. Warga yang rumahnya rusak berat mendapat bantuan
sekitar 30 juta. Calon penerima bantuan tersebut ditentukan oleh aparat desa
setempat dengan pengawasan dari pihak LSM.
9) Pola Pengembangan Sebab-Akibat
Pengembangan paragraf eksposisi dapat
pula dinyatakan dengan mempergunakan sebab-akibat. Dalam hal ini, sebab bisa bertindak sebagai gagasan
utama, sedangkan akibat sebagai
perincian pengembangannya. Atau sebaliknya, akibat sebagai gagasan utama, sedangkan untuk memahami
sepenuhnya akibat itu perlu dikemukakan sejumlah sebab sebagai perinciannya.
Kata penghubung yang biasa digunakan
pada pola pengembangan sebab-akibat adalah sebab, akibatnya, sehingga, maka, dan sebagainya
Contoh:
Pada tahun 2002, produksi padi turun 3,85 persen.
Akibatnya, impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 juta ton pada tahun
2003. Sesudah swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita
mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993.
Akan tetapi, pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton.
Sejak itu, impor beras meningkat dan pada tahun 2002 mencapai 2,5 juta ton.
d.
Argumentasi
Argumentasi
adalah jenis karangan yang berisi gagasan lengkap dengan bukti dan alasan serta
dijalin dengan proses penalaran yang kritis dan logis. Argumentasi dibuat untuk
mempengaruhi atau meyakinkan pembaca untuk menyatakan persetujuannya.
Contoh:
Keluaga berencana
berusaha menjamin kebahagiaan hidup keluarga. Ibu tidak selalu merana oleh
karena setiap tahun melahirkan. Ayah tidak pula terlalu pusing memikirkan usaha
untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Anak pun tidak telantar hidupnya karena
kebutuhan hidup yang terjamin.
e.
Persuasi
Persuasi
adalah jenis karangan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa yang singkat,
padat, dan menarik untuk mempengaruhi pembaca sehingga pembaca terhanyut oleh
siratan isinya.
Contoh:
Menabung uang di bank
lebih aman dan menguntungkan. Uang kita akan mendapat keuntungan dari bank
sesuai dengan uang tabungan yang telah disetor. Uang kita juga akan terjaga
keamanannya dari pencurian. Oleh karena itu marilah kita menabung uang di bank
sebagai jaminan masa depan kelak.
4.
Jenis Paragraf Berdasarkan Pola Penalaran
Penalaran
adalah proses berpikir manusia untuk menghubungkan antara data dan fakta yang
ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Dalam karangan penalaran, pikiran digunakan
untuk membuat kesimpulan dalam bentuk tertulis. Dengan penalaran yang tepat,
hal-hal yang akan dituangkan dalam karangan menjadi kuat. Penyajian materi karangan
akan sesuai dengan akal pikiran yang tepat. Oleh karena itu, setiap ungkapan
harus dipertimbangkan terlebih dahulu agar hal-hal yang tidak tepat tidak masuk
dalam karangan.
Penalaran yang baik berarti ketepatan pengorganisasian dan
penyajian semua gagasan. Segala pernyataan benar-benar kuat dan dapat
dipertanggungjawabkan, tanpa membuat ragu pembaca. Alasan-alasan yang
dikemukakan merupakan hal yang dapat diterima.
Ada dua macam penalaran yang biasa dilakukan dalam menarik suatu
kesimpulan, yakni penalaran induksi dan penalaran deduksi.
a. Penalaran Induktif
Dalam penalaran induksi/induktif, kita memulai
dengan menyebutkan peristiwa atau keterangan atau data yang khusus untuk menuju
kepada kesimpulan umum yang mencakup semua peristiwa khusus itu.
Ada
tiga jenis penalaran induksi:
1) Generalisasi
Generalisasi
adalah proses penalaran yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus untuk
diambil kesimpulan yang bersifat umum. Generalisasi adalah pernyataan yang
berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Generalisasi
mencakup ciri-ciri esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan karangan,
generalisasi dibuktikan dengan fakta, contoh, data statistik, dan lain-lain.
Contoh:
Pemakain bahasa Indonesia di seluruh daerah di
Indonesia dewasa ini belum dapat dikatakan seragam. Perbedaan dalam struktur
kalimat, lagu kalimat, ucapan terlihat dengan mudah. Pemakaian bahasa Indonesia
sebagai bahasa pergaulan sering dikalahkan oleh bahasa daerah. Di lingkungan
persuratkabaran, radio, dan TV pemakaian bahasa Indonesia belum lagi dapat
dikatakan sudah terjaga baik. Para pemuka kita pun pada umumnya juga belum
memperlihatkan penggunaan bahasa Indonesia yang terjaga baik. Fakta-fakta di
atas menunjukkan bahwa pengajaran bahasa Indonesia perlu ditingkatkan.
2) Analogi
Analogi adalah penalaran yang
membandingkan dua hal yang memiliki banyak persamaan sifat. Cara ini didasarkan
asumsi bahwa jika sudah ada persamaan dalam berbagai segi, maka akan ada
persamaan pula dalam bidang/hal lainnya.
Contoh:
Seseorang yang menuntut ilmu sama halnya dengan mendaki gunung. Sewaktu
mendaki, ada saja rintangan seperti jalan yang licin yang membuat seseorang
jatuh. Ada pula semak belukar yang sukar dilalui. Dapatkah seseorang
melaluinya? Begitu pula bila menuntut ilmu, seseorang akan mengalami rintangan
seperti kesulitan ekonomi, kesulitan memahami pelajaran, dan sebagainya. Apakah
dia sanggup melaluinya? Jadi, menuntut ilmu sama halnya dengan mendaki gunung
untuk mencapai puncaknya.
Penalaran secara analogi memiliki
peluang untuk salah apabila kita beranggapan bahwa persamaan satu segi akan
memberikan kepastian persamaan pada segi-segi yang lain.
3)
Hubungan Sebab-Akibat
Hubungan
sebab-akibat dimulai dari beberapa fakta yang kita ketahui. Dengan
menghubungkan fakta yang satu dengan fakta yang lain, dapatlah kita sampai
kepada kesimpulan yang menjadi sebab dari fakta itu atau kepada akibat fakta
itu.
Penalaran
Induksi Sebab-Akibat Dibedakan Menjadi 3 Macam:
a) Hubungan Sebab-Akibat
Dalam hubungan ini dikemukakan terlebih
dahulu hal-hal yang menjadi sebab, kemudian ditarik kesimpulan yang berupa
akibat.
Contoh:
Belajar menurut pandangan tradisional adalah usaha untuk memperoleh
sejumlah ilmu pengetahuan. “Pengetahuan” mendapat tekanan yang penting, oleh
sebab pengetahuan memegang peranan utama dalam kehidupan manusia. Pengetahuan
adalah kekuasaan. Siapa yang memiliki pengetahuan, ia mendapat kekuasaan.
b)
Hubungan
Akibat-Sebab
Dalam hubungan ini dikemukakan terlebih
dahulu hal-hal yang menjadi akibat, selanjutnya ditarik kesimpulan yang
merupakan penyebabnya.
Contoh:
Dewasa ini kenakalan remaja sudah menjurus ke
tingkat kriminal. Remaja tidak hanya terlibat dalam perkelahian-perkelahian
biasa, tetapi sudah berani menggunakan senjata tajam. Remaja yang telah
kecanduan obat-obat terlarang tidak segan-segan merampok bahkan membunuh. Hal
ini disebabkan kurangnya perhatian dari orang tua, pengaruh masyarakat, dan
pengaruh televisi dan film yang ditonton.
c)
Hubungan
Sebab-Akibat 1-Akibat 2
Suatu penyebab dapat menimbulkan
serangkaian akibat. Akibat pertama menjadi sebab hingga menimbulkan akibat
kedua. Akibat kedua menjadi sebab yang menimbulkan akibat ketiga dan
seterusnya.
Contoh:
Setiap menjelang Lebaran, arus mudik sangat ramai.
Seminggu sebelum Lebaran, jalanan sudah dipenuhi kendaraan-kendaraan umum
maupun pribadi yang mengangkut penumpang yang akan pulang ke daerahnya
masing-masing. Banyaknya kendaraan tersebut mau tidak mau mengakibatkan arus
lalu lintas menjadi semrawut. Kesemrawutan ini tidak jarang sering menimbulkan
kemacetan di mana-mana. Lebih dari itu, bahkan tidak mustahil kecelakaan
menjadi sering terjadi. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menghambat
perjalanan.
b. Penalaran
Deduktif
1) Silogisme
Silogisme termasuk
dalam penalaran deduktif. Deduktif merupakan salah satu teknik untuk mengambil
simpulan dalam sebuah karangan. Sebenarnya jenis silogisme banyak, tetapi yang
dibahas di sini hanya satu jenis, yaitu silogisme golongan atau silogisme kategorial.
Dalam
silogisme terdapat dua premis dan satu simpulan. Premis merupakan pernyataan
yang dijadikan dasar untuk menarik simpulan. Kedua premis itu adalah premis
umum (premis mayor) dan premis khusus (premis minor).
Premis umum (PU) : Berisi
pernyataan yang menyatakan semua anggota kelompok atau kumpulan yang memiliki
sifat atau ciri tertentu.
Premis khusus (PK) : Menyatakan
seseorang atau sesuatu anggota kelompok atau kumpulan sesuatu itu.
Simpulan
(P) : Menyatakan seseorang
atau sesuatu anggota kelompok sesuatu itu memiliki sifat atau ciri
tertentu.
Jika
ketentuan-ketentuan di atas dibuat rumus akan menjadi:
PU : Semua A = B.
PK : Semua C = A.
S : Semua C = B.
Contoh
I
PU : Semua profesor pandai.
PK : Pak Adit adalah profesor.
S : Pak
Adit pasti orang pandai.
Keterangan:
Semua
A : Kaelompok atau kumpulan sesuatu itu = semua profesor
B : Kelompok sesuatu itu memiliki
sifat atau ciri tertentu = pandai
C : Seseorang atau sesuatu
anggota kelompok itu = Pak
Adit
Contoh
II
PU : Binatang menyusui melahirkan anak dan tidak
bertelur.
PK : Kerbau binatang menyusui.
S : Kerbau melahirkan anak dan tidak bertelur.
Catatan :
Kata “semua” dapat tidak disebutkan atau
dapat juga diganti dengan kata “setiap” atau “tiap-tiap”.
Contoh
III
PU : Setiap orang asing harus memiliki izin
kerja, jika ingin bekerja di Indonesia.
PK : Peter White itu orang asing.
S : Jadi, Peter White harus memiliki izin kerja
jika ingin bekerja di Indonesia.
2) Silogisme Negatif
Jika salah satu
premis dalam silogisme bersifat negatif simpulannya pun akan bersifat negatif
pula. Biasanya pernyataan negatif digunakan kata “tidak”, “tak”.
Contoh
I
PU : Semua penderita penyakit gula tidak boleh banyak makan makanan bertepung
PK : Pak Badu penderita penyakit gula
S : Jadi, Pak Badu tidak boleh banyak makan makanan bertepung
Referensi:
Berbagai sumber
0 comments:
Posting Komentar
Kirim pesan terbaik Anda untuk pengembangan situs ini!