13.4.23

6.4.23

Dialog Mati


Tembok membisu mengamini kehilanganku. Kehilangan sesuatu yang berharga, bukan harta, bukan tahta, bukan nyawa, tapi diriku. Ya, aku kehilangan sesuatuku yang paling berharga. Diriku.
Apakah kau yang merenggutnya? 

Bukan.

Apakah mereka?

Tidak juga.

Aku kehilangan diriku. Aku membunuhnya. Aku membunuhnya dalam keadaan hidup. Ya. Dengan penuh kekejian dan tanpa belas kasih kubunuh diriku dengan tanpa rasa. Ia berteriak minta tolong, tak kupedulikan. Ia meraih tanganku agar tak mendekap napasnya. Aku pun diam. Ia meronta menahan sakit, aku pun diam. Dia menggigil kedinginan, aku membiarkannya beku dan habis. Saat ia terbakar, kubiarkan ia membara hangus. Saat ia menangis tanpa suara, aku tertawa lepas sejadinya.

Ia tak salah. Tapi aku harus membunuhnya. Kadang kebenaran terlalu abu-abu untuk menjadi putih tertutup kelamnya arogansi manusia. Aku ingin menyelamatkan dirinya, tapi eksistensiku lebih penting. Maka tak kupedulikan lagi manusiamu. Maafkan aku, wahai diri. Kuhempaskan kau dalam kubangan terdalam bernama kepentingan manusia.

"Apa bedanya manfaat, bermanfaat, dan dimanfaatkan?"

Sebuah pertanyaan yang tiba-tiba muncul dalam benakku. Menggerogoti napas dan nadiku. Menjejalkan maut ke dalam ruhku.

Aku tetap tertawa. Ribuan diri telah memasung takdir. Menguji dalam kelas dan fase paling fatamorgana. Dan aku baik-baik saja. Atau aku tak tahu sedang tidak baik-baik saja? Aku tertawa kembali. Namun tak ada yang mendengar tawaku. Hanya dia, diriku yang lain, yang terpuruk dalam cermin gelap dalam memori megabyte tanpa ujung.

Ia menangis sangat keras. Membuat bising telingaku. Hingga kututup daunnya dengan dua tanganku. Tak ada efek. Ia menangis terlalu kencang. Lalu berteriak melebihi sopran. Gendang telingaku bisa pecah jika begini. Aku berguling di tempat tidur.

Tapi ia tak mempedulikanku. Suaranya bergema meneriakkan kehampaan tanpa nama. Jantungku berdegup kencang. Rikuh dibuatnya. Rasa pedih silih berganti, kini ia menangis kembali. Tapi tangisannya tak lagi memekakkan telinga. Lebih menekan. Ya, menekan ulu hatiku. Menyayat tanpa ampun. Rintihannya menggetarkan saraf tangisku.

Pipiku basah. Air mata bangsat yang tak pernah kuinginkan jatuh juga. Aku kalah.


20.3.23

18.3.23

Pantun Religi


Naik delman tengah malam
Beli tasbih di kota Tuban
Jika ingin hidupmu tenteram
Rajinlah ibadah wahai kawan

Jalan-jalan ke Suramadu
Di temani angin yang bersemilir
Amalkanlah ilmu mu
Agar pahala terus mengalir

Pergi ke toko membeli aki
Pulang ke rumah dengan sepeda
Marilah kita bersholawat nabi
Agar kelak mendpat syafaat

Karya Ummi Nafisah, 2013, XI Busana Butik

10.9.21

Terserah


Biduk tak dapat diisi satu

Karam jika tak mampu berlabuh

Bising jika tak mengalah atau nikmati

Ego jika keduanya batu


Rasa yang mana lagi hendak ditabrak
keduanya berarti

Sampai kapan dipaksakan
hingga muncul 'terserah' dalam hati

17.6.21

Makna Istilah Sesuai Isi Paragraf

 


 

 Makna dalam Bahasa Indonesia

Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.

 

1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.

Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna “dapat”, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal “tidak sengaja”.

 

2. Makna Referensial dan Nonreferensial

Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut “meja”. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.

 

3. Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai makna sebenarnya (Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita, kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu “orang dewasa bukan laki-laki”.

Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah, dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “cerewet”, tetapi sekarang konotasinya positif.

 

4. Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut

(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.

(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.

Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.

 

5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.

 

6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna “bekerja keras”, meja hijau dengan makna “pengadilan”.

Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa seperti anjing dengan kucing yang bermakna “dua orang yang tidak pernah akur”. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.

 

7. Makna Kias

Dalam kehidupan sehari-hari, arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frasa, klausa, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Misalnya pada bentuk-bentuk seperti puteri malam yang berarti arti “bulan” dan raja siang yang berarti “matahari”.

Simpulan dan Pernyataan Sesuai Paragraf

 


SIMPULAN DAN PERNYATAAN SESUAI PARAGRAF

Simpulan merupakan intisari yang mewakili seluruh isi paragraf. Biasanya terdapat kata penyimpul jadi, dengan demikian, maka, meskipun istilah ini tidak dapat dijadikan pedoman. Simpulan dapat dinyatakan dengan redaksi yang berbeda namun tidak melepaskan isi utama paragraf.

 

PERNYATAAN SESUAI PARAGRAF

Maksud dari pernyataan sesuai paragraf adalah pernyataan/tanggapan yang disampaikan oleh pembaca setelah proses membaca dan memahami isi paragraf.

 

Pernyataan sesuai paragraf memiliki 2 jenis:

1.   Pernyataan Positif

Merupakan tanggapan yang menyatakan persetujuan yang diberikan oleh pembaca tentang isi/topik suatu paragraf.

2.   Pernyataan Negatif

Merupakan tanggapan yang menyatakan ketidaksetujuan yang diberikan oleh pembaca tentang isi/topik suatu paragraf.

Contoh:

Dari lukisan Mesir Kuno di Thebes, Mesir, diketahui bahwa orang Mesir sudah mengenakan alas kaki sekitar abad ke-15 SM. Dalam lukisan digambarkan pengrajin yang duduk di kursi pendek. Seorang pengrajin sibuk bekerja membuat sandal, sedangkan seorang lagi sedang menjahit sepatu. Sandal dibuat dari bahan-bahan seperti kain, daun palem, papirus, kulit, atau bahan serupa yang dianyam. (sumber: “Sejarah Sepatu”, Wikipedia).

Pernyataan yang mendukung/positif teks di atas:

Sebaiknya rakyat Mesir ikut memelihara lukisan tersebut sebagai peninggalan yang bernilai sejarah.

Pernyataan yang tidak mendukung/negatif teks di atas:

Alas kaki abad 15 SM pasti tidak sesuai dengan kondisi zaman yang semakin canggih.


Referensi:
berbagai sumber