Karya: Arifatul Husna (X Kimia Analisis 1)
Di
Pulau Kalimantan yang kaya raya masih ada saja mereka yang hidup dalam
keterbelakangan sosial. Ya. mereka adalah warga Indonesia yang hidup di
perbatasan Indonesia-Malaysia. Di tinggal oleh pembangunan yang semakin
berkembang di Indonesia, mereka menjadi salah satu penduduk yang belum
merasakan kemerdekaan yang sebenarnya. Mereka dilupakan oleh para kalangan
atas yang menguasai negeri ini. Mereka harus menghadapi dilema nasionalisme
antara bertahan menjadi warga Indonesia atau bermigrasi menjadi penduduk
Malaysia yang memberi sedikit sokongan ekonomi para warga perbatasan.
Diceritakan
sorang anak bernama Salman yang tinggal dengan kakek, dan adik perempuannya,
Salina. Sedang Ayahnya, Haris, bekerja
di Negeri Jiran Malaysia. Kakek Salman yang bernama Hasyim merupakan anggota
veteran saat konfrontasi RI-Malaysia berlangsung tahun 1965. Ia harus hidup
menjadi pejuang yang dilupakan.
Suatu
hari saat disekolah oleh gurunya, Ibu Guru Astutik, Salman dan teman-temannya
disuruh untuk menggambar bendera Indonesia, ternyata masih banyak dari mereka
yang belum mengerti bendera Indonesia. Hanya Salina , adiknya yang benar dalam
menggambar bendera Indonesia. Saat Salman bertanya pada Salina dari mana engkau
mengetahui hal tersebut, ia menjawab bahwa kakeknyalah yang memberitahunya.
Ayah
Salman dan Salina telah pulang dari Malaysia. Ia bermaksud untuk membawa serta
kedua anaknya dan kakek Hasyim untuk tinggal di
Malaysia karena alasan ekonomi. Namun
Kakek Hasyim tetap setia pada Indonesia dan tidak ingin tinggal di Malaysia.
Namun Haris memaksa dan mengaku bahwa ia juga sudah menikah dengan orang
Malaysia. Hal tersebut membuat Kakek Salman marah. Ia juga membujuk Salman jika
mau ikut ia akan dibelikan mainan pistol-pistolan. Namun pada akhirnya Salman
tak ingin ikut dan memilih tetap tinggal di Indonesia untuk menjaga kakeknya.
Akhirnya hanya Haris dan Salina yang berangkat.
Di waktu yang sama datang dari kota seorang dokter bernama
Anwar ke kampung tersebut. Ia menjadi dokter pengganti di kampung tersebut. Ia
juga disebut dokter intel karena anak kecil yang membantunya membawakan
barang-barangnya saat turun dari perahu. Ia tinggal di rumah kepala dusun, Pak
Gani, yang juga ada Astutik yang tinggal disitu. Banyak kendala yang harus
dialami oleh dr. Anwar , selain sulit sinyal handphone, rupiah pun tak berlaku
disana, disana berlaku uang ringgit (mata uang Malaysia). Bahkan Pak Gani
berkomunikasi dengan telepon semacam telepon radio. Selain itu ada warga yang yang
menyalah artikan arti dokter, apakah dokter merupakan mereka yang tidak hanya bisa
mengobati manusia tapi juga mengobati hewan.
Tiba-tiba
hal yang tak terduga terjadi sakit jantung Kakek Salman mendadak kambuh. Salman
segera menghubungi Pak Gani, dan dr. anwar siap untuk mengobati. Salman diberi
beberapa macam obat untuk diberikan pada kakeknya.
Salman membutuhkan uang 400
ringgit (warga perbatasan tidak menggunakan rupiah, tapi mata uang ringgit) ia
bertanya kepada Ibu Guru Astutik bagaimana mendapatkan uang tersebut. Katanya
harus bekerja, lalu Salman pun bertekad untuk bekerja demi mendapatkan uang
tersebut. Ia juga harus ke Malaysia bekerja demi uang tanpa sepengetahuan
Kakeknya.
Hari-hari Salman diisi dengan
bekerja untuk mencukupi kebutuhan tanpa ada yang tahu. Selain itu ia juga
semakin akrab dengan dr. Anwar. Ia banyak bertanya kepada dr. Anwar tentang
perkembangan Indonesia. Ia juga banyak belajar tentang nasionalisme kepada sang
kakek dan Ibu Guru Astutik. Ketika ia banyak mendengar tentang Indonesia
diwaktu itu pula jiwa nasionalismenya tumbuh. Ia semakin bangga terhadap tanah
air dan ingin mengetahui Indonesia secara lebih dalam. Ia juga ingin mengetahui
keadaan Indonesia di luar kampungnya. Hal tersebut membuat ia semangat untuk
belajar, demi cita-cita yaitu membahagiakan kakek dan mensejahterakan warga
Indonesia di perbatasan seperti dirinya. Kadang ia juga sedih karena sang ayah
belum pernah mengunjungi ia dan kakeknya. Namun ia bertekad suatu saat nanti ia
akan membawa ayahnya kembali ke Indonesia.
Awan kelabu menghiasi langit
siang ini, di gubuk yang terbuat dari kayu, terdengar isak tangis. Innalillahi
wa ina illaihi rajiun, kakek Salman telah berpulang ke Rahmatullah. Kejadian
ini sangat memberatkan hati Salman, Ia ditinggal oleh kakek tercintanya. Saat
dikabari ,Ayahnya langsung datang dari Malaysia bersama Salina, mereka langsung
menangis saat mengetahui sang kakek telah terbujur kaku. Diantara deretan
pelayat, terlihat dr. Anwar, Ibu Guru Astutik dan Pak Gani yang juga memasang
wajah kesedihan.
Selepas 7 hari kakek Salman meninggal,
Haris berniat membawa Salman untuk tinggal bersamanya. Namun Salman menolak
tawaran sang ayah dan tetap keukeh terhadap pendiriannya. Ia ingin menuruti wasiat
kakeknya agar Salman tetap mencintai dan selalu melindungi tanah air. Salman
mengadu kepada dr. Anwar dan Ibu Guru Astutik tentang ajakan ayahnya. Salman
memohon agar mereka berdua membujuk sang ayah untuk membiarkan Salman tetap tinggal di Indonesia. Awalnya
mereka ragu namun karna mereka berdua begitu bangga terhadap rasa nasioanlisme
yang dimiliki oleh generasi bangsa ini, akhirnya mau merundingkan masalah ini
dengan ayah Salman.
Pada awalnya ayah
Salman tidak terima akan rekomendasi dr. Anwar dan Ibu Guru Astutik. Disini Salman
tidak lagi punya saudara, namun akhirnya dr. Anwar angkat bicara dan akan menanggung
semua yang diperlukan Salman dan akan mengajak Salman tinggal dirumah Pak Gani.
dr. Anwar menceritakan semua hal yang dimiliki oleh Salman kepada Haris dan
Haris memahami hal tersebut, Haris menyadari Salman memiliki sifat yang keras
seperti sang kakek. Akhirnya Haris melepaskan Salman untuk tinggal dirumah Pak
Gani, namun dengan syarat Salman harus bisa berprestasi dan bersaing dengan
anak-anak non daerah perbatasan. Dan Salman berjanji akan belajar sekuat
tenaga, agar ia bisa membahagiakan sang ayah dan almarhum sang kakek.
Kini
hari-hari Salman sangat berwarna tinggal bersama dr. Anwar dan Ibu Guru Astutik
ilmunya semakin bertambah. Ia kini tak lagi bekerja dan lebih fokus pada
pendidikannya. Ia ingin menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa. Walau
ia hanya anak dari daerah perbatasan yang terbelakang sosialnya. Ia
juga mulai mengajak teman-temannya untuk memiliki rasa nasionalisme agar mereka
tak mengkhianati Indonesia tercinta ini.
Hari
berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun Salman kini telah
tumbuh dewasa, selain pintar ia juga sangat cerdas. Sudah banyak prestasi yang
ia raih mulai dari tingkat daerah hingga tingkat nasional. Ia membuktikan bahwa
anak pedalaman juga bisa berprestasi. Kini ia sudah berada di bangku kuliah. Ia
mendapatkan beasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Jika ia selesai
kuliah nanti ia bertekad untuk membangun kawasan perbatasan yang layak agar
para warganya tetap loyal kepada bangsanya sendiri. Ia juga akan membawa sang ayah kembali
menjadi Warga Negara Indonesia.
Salman telah sadar bahwa
nasionalisme merupakan harga mati yang harus dijunjung tinggi walau hidup dalam
sebuah pesakitan yang tak berujung, mengadu nasib di negeri sendiri tanpa
loyalti, menunggu janji para penguasa negeri yang tak pernah terbukti. Salman
bersyukur memiliki orang-orang yang menyayanginya, almarhum kakek Hasyim, dr.
Anwar, Ibu Guru Astutik, Ayah, Adik Salina, Pak Gani dan teman-temannya. Dan
akan membahagiakan mereka saat sukses nanti. Amiin. Mereka semua adalah
generasi Indonesia yang hebat.
Nama: Setiandos Poma Wijaya
BalasHapusKelas: 11 KULINER 2
Makna pesan nasionalisme yang terkandung dalam film “Tanah Surga…Katanya” diantaranya pengabdian untuk bangsa dimulai dari diri sendiri dengan menanamkan selalu rasa cinta kepada tanah air Indonesia, serta apapun yang terjadi pada bangsa jangan pernah kehilangan rasa cinta terhadap bangsa sendiri, Identitas bangsa adalah kebanggaan bangsa karena itu masyarakat mempunyai kewajiban untuk melestarikan dan menjaganya. Dalam film ini juga membuktikan betapa pentingnya nasionalisme yang harus dimiliki seluruh masyarakat Indonesia untuk menjaga keutuhan bangsa. Dalam mewujudkan tujuan tersebut tidak lepas dari kerjasama antara masyarakat dan pemerintah. Peneliti menyarankan agar rasa cinta tanah air sebaiknya ditanamkan dalam benak masyarakat Indonesia demi terciptanya masa depan bangsa demi mewujudkan serta masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.